Kejatuhan Manusia
Sejak kejatuhan manusia ke dalam dosa, manusia tidak layak menghampiri Allah yang mahakudus. Kekudusan Allah tidak memungkinkan manusia berdosa menghampiriNya, manusia tersebut akan mati oleh kedahsyatan kekudusan Allah (Hak.13:22). Oleh sebab itu Pribadi Yesus Kristuslah yang selalu menampakkan diri kepada manusia sejak kejatuhan manusia (Yoh.1:18).
Tidak ada cara lain bagi manusia agar bisa kembali memiliki persekutuan dengan Allah selain dosanya terselesaikan. Manusia berdosa sangat faham akan hal ini oleh sebab itu ada keputusasaan dan juga ada usaha penghapusan dosa. Tetapi usaha manusia tentu sia-sia karena dosa hanya dapat diselesaikan melalui penghukuman (Rom.6:23).
Karena dosa hanya dapat diselesaikan melalui penghukuman, maka rencana Allah menyelamatkan manusia ialah dengan mengirim Juruselamat untuk menanggung hukuman yang harus dijatuhkan oleh Allah yang mahasuci dan mahaadil. Allah yang mahasuci tidak bisa menolerir dosa, dan Allah yang mahaadil tidak bisa mengabaikan penghukuman atas dosa. Oleh sebab itu direncanakan kedatangan Sang Juruselamat yang akan dihukumkan. Sang Juruselamat tersebut akan disebut orang yang diurapi (Mesias/Kristus).
Pembangunan Ibadah Simbolik
Sebelum kedatangan Sang Mesias atau orang yang diurapi, yang adalah Sang Juruselamat, Allah perintahkan manusia untuk melakukan ibadah simbolik sebagai sarana
pengingat pada Sang Juruselamat yang dijanjikan. Mereka harus menyembelih domba di atas mezbah untuk menyimbolkan Sang Juruselamat yang akan dihukumkan di atas kayu salib. Bahkan seluruh rangkaian ibadah simbolik, baik di dalam kemah suci yang dibangun oleh Musa maupun dalam Bait Allah yang dibangun oleh Salomo, seluruhnya merupakan ibadah simbolik yang tujuannya adalah untuk mengingatkan manusia pada janji Allah yang akan mengirim Juruselamat untuk disembelih di atas kayu salib menanggung dosa seisi dunia.
Domba yang disembelih di atas mezbah tidak bisa menyelamatkan, ia hanya mengingatkan manusia pada Janji Allah untuk mengirim Juruselamat, dan sekaligus menggambarkan cara penyelamatan Sang Juruselamat, yaitu dengan dihukumkan untuk menanggung dosa. Adam dan Hawa pernah tidak percaya pada perkataan (firman) Allah, dan jika mereka ingin diselamatkan mereka harus percaya pada janji Allah untuk mengirim Juruselamat. Mereka harus percaya bahwa Juruselamat mereka akan datang untuk menanggung dosa mereka. Dan bukti mereka sungguh-sungguh percaya adalah melalui kesetiaan mereka melakukan ibadah simbolik yang diperintahkan, yaitu menyembelih seekor domba di atas mezbah.
Tentu mereka bukan beriman kepada domba yang disembelih tetapi iman kepada Sang Juruselamat yang disimbolkan oleh domba yang disembelih. Jadi Adam dan semua orang yang hidup sebelum penyaliban Kristus akan masuk Sorga hanya melalui bertobat dan percaya kepada Juruselamat yang akan datang yang akan dihukumkan untuk menggantikan mereka menanggung dosa. Jadi mereka diselamatkan melalui beriman kepada Juruselamat yang akan datang. Dan kita yang hidup sesudah penyaliban Kristus akan diselamatkan melalui beriman kepada Sang Juruselamat yang sudah datang. Tidak ada satu orang pun bisa masuk Sorga tanpa melalui Sang Juruselamat yang disalibkan, yaitu Yesus Kristus (Yoh.14:6).
Masa Keimamatan Ayah
Agar janji Allah untuk mengirim Juruselamat bisa diimani oleh anak-cucu Adam, maka Allah menetapkan ayah sebagai penanggung jawab atau dengan istilah Rasul Paulus “Tiang Penopang dan Dasar Kebenaran” (TPDK). Artinya setiap ayah yang ingin anak-anaknya diselamatkan harus memperkenalkan kabar baik (Injil) bahwa Allah berjanji mengirim Juruselamat untuk menggantikan mereka menanggung dosa mereka.
Hal ini tidak memerlukan penjelasan yang rumit-rumit, cukup memberitahukan mereka bahwa kita adalah manusia berdosa yang akan binasa kecuali dosa kita diselesaikan. Dan tidak ada cara penyelesaian dosa selain dijatuhkan hukuman. Dan Allah berjanji akan kirim Juruselamat untuk menanggung dosa kita, seperti domba yang kita sembelih ini. Kita harus percaya pada janji Allah itu. Semua dosa kita akan dihitung selesai jika kita percaya pada janjiNya. Oleh sebab itu mari kita lakukan ibadah simbolik ini dengan setia supaya anak-anak kalian juga tetap diingatkan dan bisa diselamatkan. Hanya inilah yang perlu dilakukan seorang ayah di masa Perjanjian Lama, yaitu mengajar anak-anaknya untuk beriman kepada Sang Juruselamat yang akan datang sambil menantikan kedatanganNya, siapa tahu Ia akan datang pada generasi mereka.
Ayub adalah orang yang hidup pada masa sebelum hukum Taurat diturunkan. Itulah sebabnya kita membaca bahwa ia melakukan ibadah simbolik bagi anak-anaknya. Ia bertindak sebagai TPDK dan imam bagi anak-anaknya. Ayub adalah ayah yang baik yang dengan setia menjadi perantara antara Allah dan anak-anaknya. Tentu ada banyak ayah yang tidak baik yang menyebabkan anak-anak mereka melupakan ibadah simbolik yang diperintahkan Allah.
Munculnya generasi baru yang semakin jauh dari Tuhan dan melupakan ibadah simbolik yang diperintahkan Tuhan adalah akibat dari fungsi ayah sebagai TPDK dan imam yang buruk. Setelah melalui perjalanan waktu yang panjang, terbentuklah imam-imam yang keimamatannya melampaui isi rumahnya seperti mertua Yusuf di Mesir dan mertua Musa di Midian.
Masa Keimamatan Harun
Setelah manusia tersebar ke berbagai penjuru bumi oleh peristiwa Babel, Allah berencana membangun satu bangsa sebagai TPDK untuk menggantikan posisi ayah, karena sudah terlalu banyak ayah yang tidak percaya kepada janji Allah dan tentu telah sengaja melupakan janji Allah untuk mengirim Juruselamat. Allah memilih seorang yang bernama Abram dan memerintahkannya keluar dari keluarga dan lingkungannya agar perintah Allah kelak tidak akan terkontaminasi kebudayaan dan penyembahan mereka.
Namanya diganti menjadi Abraham dan melaluinya Allah akan menghadirkan sebuah bangsa yang berfungsi untuk menerangi atau mengingatkan bangsa-bangsa lain tentang janji Allah mengirim Juruselamat. Tentu Sang Juruselamat nanti akan dilahirkan dari keturunannya, oleh sebab itu dijanjikan kepada Abraham bahwa semua bangsa di muka bumi akan mendapat berkat dari keturunannya (Kej.12:3, 22:18).
Selama sekitar empat ratus tahun bangsa yang lahir dari Abraham ini diperbudak di Mesir hingga kedurhakaan bangsa Amori lengkap, dan mereka dituntun keluar dari Mesir. Di gunung Sinai bangsa Israel atau Ibrani diresmikan sebagai TPDK dan Harun beserta keturunannya diangkat sebagai imam. Berarti mulai saat itu masa keimamatan ayah dihentikan dan digantikan dengan masa keimamatan Harun beserta keturunannya. Adalah sangat salah jika ada kelompok kekristenan yang berusaha melestarikan keimamatan ayah dengan mempromosikan istilah family-altar. Jabatan keimamatan ayah telah dihentikan dan telah digantikan dengan keimamatan Harun bersamaan dengan diturunkannya hukum Taurat.
Masa Keimamatan Setiap Orang Percaya
Tugas bangsa Israel sebagai TPDK dan keturunan Harun sebagai imam berlangsung sampai kapan? Dari Injil Lukas 16:16 dan Matius 11:13 kita dapatkan bahwa masa waktu fungsi mereka adalah sampai tampilnya Yohanes Pembaptis. Mengapa? Jawabannya adalah sejak Yohanes Pembaptis tampil dan menunjuk kepada Yesus yang adalah Mesias, maka tergenapilah seluruh hukum Taurat dan kitab para Nabi dengan semua rangkaian ibadah simbolik yang diperintahkan untuk menggambarkanNya.
Teman kita yang di gereja Advent tidak sanggup membedakan antara membatalkan dengan menggenapi. Ingat, Tuhan Yesus tidak pernah membatalkan satu titik pun dari hukum Taurat dan kita pun tidak boleh melakukannya. Tetapi Alkitab mencatat bahwa Yesus Kristus telah menggenapi seluruh hukum Taurat dan seluruh ibadah simbolik yang terkandung di dalamnya (Kis.3:11-26).
Sejak Yohanes Pembaptis berseru, “lihatlah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia,” maka berarti Sang Hakekat telah tiba untuk menggenapi ibadah simbolik yang bertujuan mengingatnya. Ingat, tujuan diadakannya ibadah simbolik itu adalah untuk mengingatkan manusia akan janji Allah untuk kirim Juruselamat. Oleh sebab itu ketika Juruselamatnya tiba, maka selesailah tugas seluruh rangkaian ibadah simbolik yang diperintahkan untuk mengingatnya.
Dengan berakhirnya seluruh rangkaian ibadah simbolik, maka berakhir pulalah jabatan keimamatan Harun serta keturunannya. Semua orang yang bertobat dan percaya kepada Sang Juruselamat langsung menerima Roh Kudus, dan diangkat menjadi anak-anak Allah. Tentu anak-anak Allah tidak memerlukan imam yang menjadi perantara antara Allah dan manusia. Namun sulit bahkan bagi Tuhan sendiri untuk menghentikan sistem ibadah simbolik yang sedang berlangsung di dalam Bait Allah. Ketika Tuhan berusaha merubah konsep mereka tentang hari Sabat, ia menghadapi tantangan yang sangat besar. Salah satu tuduhan mereka untuk menghukum mati dia adalah tindakannya terhadap hari Sabat serta keinginanNya untuk merobohkan Bait Allah, walau ucapan itu sebenarnya bersifat simbolik dari tubuh jasmaninya.
Makanan yang diharamkan pada masa ibadah simbolik telah dinyatakan halal oleh Tuhan (Mat.15:12-17). Seluruh paket ibadah simbolik telah digenapi, bukan dibatalkan, sekali lagi DIGENAPI. Jabatan keimamatan Harun telah dihentikan, dan digantikan oleh setiap orang percaya yang telah dimeteraikan oleh Roh Kudus bahkan didiami oleh Roh Kudus.
Keimamatan orang percaya PB bahkan adalah keimamatan yang sifatnya rajani, artinya selain sebagai imam, juga yang akan turut memerintah bersama Tuhan sebagai raja (I Pet.2:9). Bahkan dalam kitab Wahyu dikatakan kita dibuatnya menjadi imam dan raja (Wah.1:6, 5:10).
Pada saat kematian Yesus Kristus, tirai di Bait Allah yang memisahkan ruang mahakudus dari ruang kudus telah terbelah dua, yang artinya tidak ada lagi pemisahan antara orang percaya yang menjadi anak-anak Allah dengan Allah yang adalah Bapa sehingga tidak memerlukan lagi jasa keimamatan.
Membangun Kembali Tirai Yang Dirobek Tuhan
Pembaca yang budiman, penulis sama sekali tidak bermaksud bermusuhan dengan siapapun. Namun jika karena cinta akan kebenaran, ada yang menanggapi tulisan penulis dari segi negatif, maka penulis tidak akan mundur sedikit pun. Itu adalah resiko yang telah Tuhan nubuatkan atas orang yang dengan berani mengungkapkan kebenaran tanpa kompromi (Luk.21:17).
Hampir semua agama yang didirikan iblis, termasuk berbagai penyembahan mistik, biasanya memiliki posisi imam. Mereka memang tidak mengikuti perkembangan pengangkatan keimamatan yang dilakukan Allah. Iblis tidak akan mengakui keimamatan Yesus Kristus dan keimamatan orang percaya. Lagi pula iblis berkepentingan mengacaukan konsep hubungan manusia dengan Allah.
Gereja Roma Katolik mendirikan kembali jabatan keimamatan yang telah dihentikan Tuhan. Bahkan menyelenggarakan prosesi keimamatan dalam doa yang ditampung dulu oleh imam dan kemudian baru akan diteruskan kepada Allah. Di masa Gereja Roma Katolik jaya, sebelum Reformasi, peran imamnya sangat besar dan sangat mempengaruhi kehidupan umatnya.
Kita tahu kemudian Martin Luther seorang pemberani yang sangat saya kagumi melancarkan protes terhadap Gereja Roma Katolik, yang dinilainya telah melakukan tindakan yang sangat menyimpang. Roma Katolik dengan imamnya menawarkan doa untuk melepaskan orang dari purgatory jika mereka menyumbang sejumlah dana dan akan diberi semacam sertifikat tanda menyumbang dan akan didoakan. Martin Luther menilai kegiatan itu sebagai tindakan menjual surat pengampunan dosa oleh imam-imam Roma Katolik.
Sayang sekali Martin Luther hanya melihat itu sebagai kesalahan pribadi Paus yang sedang menjabat, bukan kesalahan seluruh sistem Gereja Roma Katolik. Jadi, Luther tidak menentang sistem Gereja Roma Katolik melainkan hanya menentang kebijakan sang Paus yang sedang menjabat. Inilah yang telah membutakan mata rohani Luther dari melihat berbagai penyimpangan di dalam sistem Gereja Roma Katolik.
Protestan, Injili, Kharismatik Ngambang
Sekalipun tidak ada jabatan imam di dalam gereja-gereja Protestan, namun masih ada sisa dan konsep keimamatan. Mereka gagal memahami peralihan sistem ibadah ritual lahiriah ke sistem menyembah di dalam roh dan kebenaran. Sistem menyembah di dalam roh dan kebenaran sesungguhnya tidak lagi terikat pada waktu, tempat, dan postur tubuh. Di zaman PB alkitabiah kita menyembah dengan hati bukan dengan tubuh, itulah sebabnya tidak dibutuhkan sikap tubuh yang membungkuk atau berlutut, melainkan cukup sikap hati yang ditundukkan kepada Allah. Juga tidak dibatasi waktu karena kita menyembah dengan hati dalam seluruh waktu kita, bukan saat kita berkumpul di suatu tempat. Dan tidak dibatasi tempat itulah sebabnya tidak diperlukan tempat khusus untuk menyembah.
Jemaat PB alkitabiah berkumpul pada hari Minggu atau hari apapun bukan untuk acara sembah-menyembah melainkan untuk acara berjemaat. Kelihatannya Martin Luther kurang paham akan masalah ini sehingga di gereja-gereja Protestan dibangun Liturgi lengkap dengan doxologi, yaitu pemberkatan yang dilakukan oleh “pendeta” pada akhir kebaktian. Perhatikan! Itu adalah praktek keimamatan yang seharusnya telah diprotes oleh Martin Luther. Namun karena Luther hanya memfokuskan protesnya pada aspek keselamatan, maka ia kurang memperhatikan sistem berjemaat. Bahkan setelah waktu berjalan, tertanam konsep doa “pendeta” lebih manjur daripada doa anggota jemaat. Semua ini adalah efek samping dari tidak tuntasnya pemahaman tentang masalah keimamatan rajani yang diberikan Tuhan kepada setiap orang percaya zaman Perjanjian Baru. Perhatikanlah, dan coba pembaca mengidentifikasi praktek-praktek keimamatan dalam gereja-gereja protestan.
Kaum Injili, karena tanpa dasar dan tanpa pengertian telah ikut-ikutan melaksanakan praktek keimamatan dalam acara berjemaat. Belasan tahun lalu ketika penulis diundang berkhotbah di sebuah gereja Injili, ketika hampir mulai kebaktian, penulis diminta untuk bertindak sebagai imam. Tentu tidak dikatakan sebagai imam, tetapi tepat berposisi sebagai imam. Pada acara poin ke-5 penulis diminta maju ke mimbar untuk memimpin pengakuan dosa. Dan acara poin ke-6 nyanyi bersama, kemudian poin ke-7 penulis diminta maju ke mimbar lagi untuk mengumumkan dosa telah diampuni. Coba pembaca tenangkan diri, dan renungkan. Apakah ini bukan praktek keimamatan? Gereja tersebut menjadikan acara kebaktiannya semacam acara ibadah di Bait Allah, dan “pendeta” bertugas sebagai imam bagi jemaat yang hadir. Dan acara kemudian ditutup dengan doa berkat, dan ini adalah praktek keimamatan yang tidak boleh lagi sejak kedatangan Kristus ke dunia.
Dengan menyebut acara pertemuan jemaat sebagai acara ibadah sudah cukup mengacaukan konsep. Ingat, ibadah di dalam roh dan kebenaran itu ibadah yang tidak dibatasi postur tubuh, waktu dan tempat. Ibadah kita yang sesungguhnya berlangsung dalam seluruh waktu kita bukan hanya berlangsung pada saat kebaktian dimulai. Hari Minggu jam 09.00 adalah acara pertemuan jemaat, atau kebaktian, bukan acara ibadah! Ibadah kita di zaman PB adalah sikap hati kita kepada Tuhan yang berlangsung dalam seluruh waktu hidup kita!
Penulis mengaku pernah melakukan kesalahan di masa lalu ketika penulis belum mengerti kebenaran dan memimpin jemaat yang salah, bagaikan orang buta menuntun orang buta. Bahkan penulis telah bertahun-tahun mengangkat tangan untuk melakukan pemberkatan. Namun itu masa lalu, tindakan yang penulis lakukan ketika belum mengerti kebenaran.
Di kalangan Kharismatik lebih banyak kekacauan konsep lagi. Mereka mendirikan family-altar tanpa mengerti bahwa zaman ayah sebagai imam itu antara Adam sampai Taurat diturunkan. Ketika keimamatan Harun ditegakkan maka family-altar menjadi aktivitas masa lalu. Dalam pertemuan jemaat mereka sering memimpin hadirin masuk ke hadirat Tuhan, masuk ke dalam penyembahan, angkat tangan untuk menyembah Tuhan. Semua itu terjadi sebagai akibat orang buta menuntun orang buta. Angkat tangan tentu tidak menjadi persoalan, namun menyuruh orang mengangkat tangan untuk menyembah sudah pasti akan menanamkan konsep penyembahan jasmaniah yaitu dengan tangan bukan dengan hati.
Kesimpulan Kita
Tuhan telah menghentikan jabatan imam dan praktek keimamatan untuk jemaat Perjanjian Baru. Keimamatan Harun dihentikan, dan Kristus telah menjadi Imam Besar menurut aturan Melkisedek bukan menurut aturan Harun, dan semua orang percaya diberi posisi anak-anak Allah, dan memiliki posisi imamat yang rajani. Tirai di Bait Allah telah terbelah ketika Yesus menghembuskan nafas terakhir sebagai manusia, artinya Ia langsung menjabat Imam Besar dan setiap orang yang percaya kepadaNya menjadi imam. Imam yang di Bait Allah yang menyalibkannya dipecat, bahkan Tuhan telah membiarkan Bait Allah dihancurkan.
Oleh sebab itu pembaca yang terkasih, marilah kita tinggalkan hal-hal yang menyedihkan hati Tuhan, hal-hal yang menentangNya. Tinggalkan praktek keimamatan di gereja anda, dan berlakulah dengan benar sesuai dengan Alkitab. Anda adalah imam bagi diri sendiri dan bagi orang-orang berdosa yang perlu anda bawa kepada Tuhan, jangan ada orang yang menjadi imam atas anda, bahkan keimamatan anda adalah keimamatan yang rajani.
Mungkin ada yang berkata, “ah... Dr. Liauw, hanya anda yang benar?” Saya telah katakan bahwa dulu pun saya pernah melakukan kesalahan, mempraktekkan keimamatan, namun kini setelah saya sadar, tak mungkin saya lakukan lagi. Bahkan dengan tulisan ini saya ingin menyampaikan kebenaran untuk menghindarkan anda terus melakukan kesalahan yang menyakitkan hati Tuhan. Harapan saya bukan saya sendiri yang benar, melainkan sebanyak mungkin orang menjadi benar. Benar menurut siapa? Bukan benar menurut saya, melainkan benar menurut Alkitab. Kalau anda kehilangan standar ukur, pasti anda tidak bisa tahu mana yang benar dan yang salah. Tunjukkanlah bahwa saya salah dengan Alkitab, maka saya akan sangat berterima kasih kepada anda. Ingat, ada jalan disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut. ***
Tidak Ada Gereja Yang Sempurna, Itu Benar. Ada Gereja Yang Lebih Benar, Itu Benar.
Pedang Roh 54 Edisi LIV Tahun XIII Januari-Februari-Maret 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar