Jumat, Oktober 26, 2018

Bahaya Kecanduan Smartphone dan Media Sosial

Berikut ini adalah kutipan-kutipan dari dokumentari BBC Mind Control: The Dark Side of Your Phone – “’Orang-orang dalam memberitahu kita bahwa perusahaan-perusahaan media sosial, melacak begitu banyak data, setiap swipe dan klik anda, dan menganalisa semua itu secara langsung.’ Lalu Artificial Intelligence akan memakai semua itu untuk mengadaptasikan apa yang anda lihat di layar anda supaya anda akan kembali lagi terus dan terus. Asa Raskin, yang mendesain scroll tak berujung [endless scroll] dan fitur-fitur app populer lainnya, mengatakan ‘Kita sedang berada dalam eksperimen perilaku terbesar yang pernah dilihat di dunia. Anda sedang berada dalam eksperimen senantiasa. Hal-hal seperti mengubah warna tombol ‘like’ anda. Apakah biru yang seperti ini, ataukah seharusnya sedikit lebih merah? Dan mereka akan terus mencoba sampai mereka menemukan bentuk dan warna yang sempurna yang akan memaksimalkan anda terus scrolling. Di balik setiap gambar di telepon anda, secara literal ada ribuan insinyur yang mencoba untuk membuatnya secara maksimum membuat orang ketagihan. Seolah-olah mereka mengambil kokain perilaku dan menaburkannya di atas semua interface anda.’ Asa berkata, ‘Saya tidak mau pikiran saya dibajak.’ Jadi dia melakukan hal-hal seperti menginstall sangat sedikit app, dan membuat handphonenya hitam putih, bukan berwarna. 

Sabtu, Oktober 20, 2018

Video Game dan Kecanduan

Video game online multiplayer memiliki potensi besar untuk menjadi suatu kecanduan. Telah diperkirakan bahwa sekitar 10% gamer di seluruh dunia, adalah orang-orang yang kecanduan. Sedikitnya 10 gamer telah meninggal karena gejala-gejala yang berkaitan dengan sistem jantung-paru, di berbagai kafe-kafe internet, setelah sesi-sesi gamingmarathon. Ada satu orang muda yang meracuni orang tuanya karena mereka memberikan batasan pada aktivitas gaming-nya (“Gaming Addiction a Serious Problem in Asia,” 7 Mar. 2014, www.thecabinchiangmai.com). Sepasang suami istri menelantarkan putri mereka yang berusia tiga bulan hingga meninggal, sambil mereka main game-game online. Para gamer juga ada yang melakukan tindakan-tindakan kekerasan, bahkan pembunuhan, sebagai balas dendam atas “pembunuhan karakter online sang pemain.” Di beberapa negara Asia, kecanduan gaming dianggap sebagai salah satu masalah kesehatan publik yang besar. Di Korea Selatan, rata-rata anak di antara usia 10-18 tahun, menghabiskan lebih dari 20 jam seminggu, bermain video game secara online. Pemerintah telah menetapkan jam malam di kafe-kafe cyber bagi mereka yang berusia di bawah 18 tahun, dan juga membuat pusat-pusat pengobatan. Raksasa internet Cina, Tencent, memberikan batasan waktu dalam sehari seorang pemain bisa memainkan game King of Glory. Beberapa game yang paling berpotensi membuat kecanduan di tahun 2015 adalah Madden, Dota 2, Grand Theft Auto, Tetris, Candy Crush Saga (perusahan ini dinilai $7.5 milyar), Minecraft, EverQuest (dijuluki “never rest” dan “ever crack” karena sering membuat kecanduan), The Sims, World of Warcraft (dijuluki World of War Crack), Call of Duty (dua game terakhir ini dimainkan oleh lebih dari 100 juta pemain), Halo 3 (disebut juga Halodiction), Total War, Pong, Civilization, Diablo 3, Super Meat Boy, Team Fortress 2, Dark Souls 2, Counter Strike, Starcraft 2, Persona 4 Golden, Monster Hunter 3, Elder Scrolls, Angry Birds, Faster Than Light, Peggle, League of Legends (LOL), Civilization V, and Pokemon. Berhati-hatilah terutama terhadap game-game yang disebut MMORPG (massively multiplayer online role-playing games, atau disingkat MMO pendeknya). Internet penuh dengan kesaksian menyedihkan dan mengenaskan akan orang-orang yang telah merusak hidup mereka dengan game-game online ini. Perhatikan satu contoh: “Cerita panjang berakhir dengan cepat, saya menjadi level 50 cukup cepat di server. Bahkan saya peringkat 5 dari keseluruhan, dan adalah half elf pertama. Saya hebat. Saya memiliki pedang yang berkilauan dan semua peralatan hebat saya. . . . Saya akan masuk ke kota dan semua newbs [pemain baru] akan kagum. Saya memerintah dunia, atau yang virtual ini setidaknya. Sementara kehidupan sejati saya telah kacau balau. Saya kehilangan pekerjaan saya, dan masuk dalam hutang, ditelpon terus oleh penagih, belum lagi saya gemuk, lebih dari 150 kg. Saya tidak bisa mengurus hidup saya yang sebenarnya. Saya membenci setiap waktu saya harus keluar dari waktu Everquest saya. Saya adalah penguasa di dunia itu. Tetapi satu hari, listri saya mati. … Saya begitu depresi. Bukan saja dunia online saya kini mati, tetapi saya harus berhadapan dengan kehidupan sejati saya yang telah saya telantarkan selama 2 tahun terakhir. Sepertinya tidak ada harapan, jadi saya memutuskan untuk pindah keluar dari apartemen saya, yang membuat saya tambah berhutang, dan mungkin saya akan tinggal bersama orang tua saya” (shoemoney.com/2008). “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan ” (Amsal 4:23).
(Berita Mingguan GITS 29 September 2018 diterjemahkan oleh Dr. Steven Liauw, sumber: www.wayoflife.org)

Selasa, Oktober 16, 2018

Orang-Orang yang di Tengah-Tengah

James Henley Thornwell adalah seorang pengkhotbah Presbyterian zaman dulu yang dengan gigih berjuang melawan modernisme theologi di abad ke-19. Sebagai presiden keenam dari South Carolina College (hari ini namanya adalah University of South Carolina), Thornwell sangat capek dengan “orang-orang yang di tengah” pada zmaan dia, yang mengatakan bahwa mereka mencintai kebenaran tetapi mereka lemah dalam berposisi dan tidak mau dengan berani melawan kesalahan. “Menggunakan kata-kata yang gemulai dan dimanis-maniskan dalam membahas topik-topik yang memiliki nilai abadi; memperlakukan kesalahan-kesalahan yang menyerang fondasi segala pengharapan manusia, seolah-olah ini adalah kekhilafan yang wajar dan tidak berbahaya; memberkati hal-hal yang Allah tidak senangi, dan beramah tamah pada tempat-tempat Dia memanggil kita untuk berdiri seperti laki-laki dan tegas, walaupun adalah cara yang paling cocok untuk mendapatkan pujian populer di zaman yang canggih ini, sebenarnya adalah kekejaman terhadap sesama manusia dan pengkhianatan terhadap Sorga. Orang-orang yang pada topik-topik ini lebih mementingkan aturan-aturan kesopanan daripada poin-poin kebenaran, tidaklah membela benteng, tetapi menyerahkannya ke tangan para musuhnya. KASIH AKAN KRISTUS, DAN AKAN JIWA-JIWA YANG UNTUKNYA DIA MATI, AKAN MENJADI TAKARAN SEMANGAT KITA DALAM MEMBONGKAR BAHAYA-BAHAYA YANG MEMERANGKAP JIWA-JIWA MANUSIA” (dikutip dalam sebuah khotbah oleh George Sayles Bishop, penulis dari The Doctrines of Grace and Kindred Themes, 1910).
(Berita Mingguan GITS 22 September 2018 diterjemahkan oleh Dr. Steven Liauw, sumber: www.wayoflife.org)

Sabtu, Oktober 13, 2018

Menjadi Kontemporer

“Menjadi Kontemporer” (Gone Contemporary) adalah judul dari sebuah artikel yang ditulis oleh Dave Mallinak, yang memaparkan kesalahan dan bahaya dari filosofi musik kontemporer yang sudah dianut oleh dunia kekristenan pada umumnya, dan sedang melanda gereja-gereja Baptis juga. Kami merekomendasi seluruh tulisan tersebut, yang juga memberikan tautan-tautan kepada contoh-contoh kebaktian-kebaktian Baptis Independen yang sudah menggunakan musik kontemporer, dan juga sebuah video dialog antara Josh Teis dan Robert Bakss, penulis dari buku Worship Wars. Berikut ini cuplikan dari laporan tersebut yang berkaitan dengan inti dari masalah ini, dan dengan tepat menyerukan separasi dari mereka yang sudah berkomitmen pada filosofi kontemporer: “Seruan untuk musik kontemporer adalah raungan kematian dari suatu gereja yang sekarat.