Rabu, Mei 14, 2008

SERI DOKTRIN ALKITAB ALKITABIAH (Bag 1)

ALKITAB BAHASA ASLI
Tiap-tiap orang Kristen pasti mempunyai rasa ingin tahu (curiosity) tentang Alkitab bahasa asli. Terlebih ketika Alkitab terjemahan tidak menyelesaikan persoalan, maka timbul pikiran untuk melihat Alkitab dalam bahasa aslinya. Alkitab bahasa asli adalah otoritas puncak (final Authority) untuk menyelesaikan segala macam perdebatan teologia maupun percekcokan doctrinal. Semua Alkitab terjemahan hanya memuat kebenaran secara konsep (conceptual) bukan kebenaran secara arti kata dan tata bahasa (literal and grammatical). Oleh sebab itu jika melakukan pembahasan Alkitab secara etimologi, maka harus kembali ke Alkitab bahas asli karena peralihan bahasa menyebabkan perubahan bentuk kata dan juga susunan kalimat.

Patut disadari bahwa ada perbedaan antara satu bahasa dengan yang lain. Ada bahasa yang banyak vocabulary-nya dan ada bahasa yang sedikit. Kita tidak mengatakan bahwa Alkitab hasil terjemahan akan salah atau kurang bermutu, tetapi hanya ada kekurangan dalam menyampaikan semua ide penulis. Misalnya (agape) dan (fileo) dalam bahasa Indonesia kedua-duanya tetap diterjemahkan dengan kata “kasih” saja.

Karena Allah mengilhamkan kebenaranNya dengan bahasa manusia, maka pemakaian tiap-tiap kata dalam wahyu tertulisNya pasti adalah yang dipilihNya secara khusus. Bahkan tata-bahasa yang dipergunakanNya juga pasti yang sesuai dengan aturan tata-bahasa manusia pemakai bahasa itu agar tidak menyebabkan kebingungan bagi penerima wahyu. Selanjutnya karena Allah memakai bahasa Ibrani untuk penulisan kitab PL dan bahasa Yunani untuk penulisan kitab PB, maka kitab PL yang bahasa Ibrani serta kitab PB yang bahasa Yunani itu sangat penting setidaknya untuk dikenal oleh setiap orang Kristen, apalagi seorang penyampai firman Tuhan.

Alkitab Bahasa Asli PL
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa kitab PL orang Kristen itu berasal dari kitab suci orang Yahudi. Dalam bab mengenai kanon telah kita bahas tentang jumlah kitab dan alasan kitab-kitab itu dimasukkan ke dalam kanon. Jumlah kitab PL bertambah sesuai dengan berjalannya waktu sampai nabi Maleakhi menuliskan pasal 4 ayat 6 yang jatuh pada kira-kira 400 tahun sebelum kedatangan Kristus.

Pada waktu kejatuhan Yerusalem ke tangan Babilon, kelihatannya kitab-kitab PL yang sudah ada pada saat itu diselamatkan oleh nabi Yeremia. Nabi Yeremia yang tahu persis apa yang akan terjadi menyadari bahwa kitab suci jauh lebih berharga dari apapun. Nebukadnezar yang tahu bahwa Yeremia menubuatkan kejatuhan Yerusalem sangat menghormati Yeremia. Bahkan ia membiarkan Yeremia memilih apakah ia mau tinggal di Yerusalem atau mau ikut ke Babel, dan akhirnya Yeremia memilih tinggal di Yerusalem (Yer 39:11-14, 40:4-5).

Sekembali dari pembuangan, orang Yahudi mengalami kebangunan rohani. Mereka bukan hanya pergi ke Yerusalem 3x setahun, bahkan mendirikan sinagoge di seluruh Israel. Keberadaan sinagoge itu bukan hanya untuk kegiatan keagamaan, bahkan bermanfaat sebagai sekolahan membaca bagi anak-anak. Keadaan ini menyebabkan dibutuhkannya kitab-kitab PL karena itu adalah bahan bacaan satu-satunya. Keadaan ini juga sekaligus melestarikan kanon kitab PL karena jumlahnya menjadi semakin banyak sehingga kalau yang satu rusak, masih ada yang lain. Kini terkumpul sekitar 200 ribu naskah kuno dalam bentuk fragment dalam bahasa Ibrani dan Aramik. Dengan cara demikian Allah memelihara firmanNya, yaitu agar orang-orang di kemudian hari dapat memperbandingkannya. Ada yang bertanya, “apakah kitab PL yang ada di tangan kita masih asli?” Jawabannya, “tentu, karena ada kurang lebih 200 ribu fragment yang terkumpul dan dibanding-bandingkan.

Ketika Alexander Agung mengalahkan dunia pada abad ketiga sebelum kedatangan Kristus, bahasa Yunani menjadi bahasa internasional. Satu abad kemudian, yaitu abad kedua sebelum kedatangan Kristus, generasi muda Yahudi perantauan menjadi lebih fasih berbahasa Yunani sehingga penerjemahan kitab PL ke dalam bahasa Yunani dirasakan sangat diperlukan. Kemudian sebuah kitab terjemahan dihasilkan oleh 72 orang penerjemah, dan disebut Septuaginta yang artinya 70, yaitu angka genap (dibulatkan) dari jumlah penerjemahnya.

Akhirnya pada masa kehadiran Tuhan Yesus, kitab PL yang beredar ada 2 macam, yaitu yang berbahasa Ibrani dan berbahasa Yunani (Septuaginta). Selain terdiri dari 2 macam bahasa, juga ada versi yang dipakai di sinagoge dan versi yang dipakai oleh pribadi di rumah. Versi sinagoge disalin ulang dengan sangat teliti. Jika ditemukan 4 kesalahan, maka dinggap rusak dan segera dimusnahkan. Mereka tidak menghendaki kehadiran salinan yang ada kesalahan agar jangn sampai makin hari makin banyak salinan yang salah.

Kemudian pada tahun A.D. 70 Sesudah Masehi, terjadi penghancuran kota Yerusalem beserta Bait Allah. Orang Israel terkocar-kacir dan tersebar ke mana-mana. Mereka kehilangan identitas sebagai bangsa. Setelah melalui sebuah periode waktu yang agak panjang sebagian orang Israel menyadari bahwa mereka perlu berbuat sesuatu agar identitas bangsa mereka tidak terhilang sama sekali. Mereka menyadari bahwa kitab PL yang terus-menerus dibacakan di sinagoge dan dalam keluarga masing-masing, maka keyahudian mereka pasti tidak akan hilang.

Pada periode AD 70-900, sekelompok orang Yahudi yang disebut Baly ha-masoret (master of tradition atau guru adat-istiadat) berusaha mengumpulkan salinan-salinan untuk memantapkan eksistensi kitab PL. Perlu diketahui bahwa yang terbakar adalah yang ada di kota Yerusalem, tetapi masih ada banyak salinan yang tersimpan di sinagoge-sinagoge yang bisa dijadikan patokan. Alasan yang mendorong mereka melakukan pekerjaan itu ialah karena salinan yang ada hanya tertulis dengan huruf mati sedangkan generasi muda Yahudi yang sudah tersebar mengalami kesulitan untuk membaca tanpa huruf hidup. Bagi yang lancar berbahasa Ibrani, ia tidak membutuhkan huruf hidup, melainkan cukup dengan huruf mati (konsonan) saja sudah bisa membaca dan mengerti artinya. Jadi kalau kalimatnya, “Musa turun dari gunung Sinai” itu hanya ditulis “Ms trn dr gnng sn”

Jadi Baly ha Masoret itu berusaha mengumpulkan salinan-salinan dan berusaha membubuhkan huruf hidup (vokal) agar generasi yang kurang fasih berbahasa Ibrani bisa belajar membaca. Hasilnya bukan saja iman Yudaisme mereka tetap terpelihara, bahkan bahasa Ibrani tetap lestari sementara bahasa Mesir, Persia dan lain-lain musnah terkikis waktu. Dengan demikian jati diri mereka sebagai orang Yahudi tetap terpelihara sekalipun mereka tersebar ke segala penjuru dunia.

Dalam melaksanakan tugas yang sangat berat itu para Baly ha-masoret dibantu oleh ahli tata-bahasa (grammar) yang dalam bahasa Ibrani disebut nag danim. Karena kita PL asli yang ditulis Musa, Daud, Samuel, dll tidak memakai huruf hidup (vokal) dan juga tanpa tanda baca, maka sulit dimengerti oleh generasi muda Yahudi maupun bangsa lain yang mempelajari bahasa asli kitab PL. Para Baly ha masoret dan nag danim, orang-orang Yahudi yang masih sangat fasih bahkan ahli dalam bahasa Ibrani itu, menolong memasang huruf hidup dan tanda baca ke dalam teks yang tadinya hanya terdiri dari huruf mati dan tanpa tanda baca.

Kesederhanaan teks yang ditulis jauh sebelum Masehi itu tentu bukanlah suatu kesalahan karena perkembangan pengetahuan bahasa pada saat itu Cuma hanya sampai pada tahap itu. Penambahan huruf hidup dan tana baca itu sama sekali bukan menambahi firman Tuhan, melainkan hanya menjadikan bunyi yang sudah ada ke dalam tanda baca. Misalnya, makan kalau dulu ditulis mkn saja, maka sekarang ditambahkan dua huruf ’a’ sehingga menjadi makan. Bahkan bahasa Indonesia pernah mengalami beberapa kali penyempurnaan. Dulu Soekarno sekarang menjadi Sukarno. Dulu djangan sekarang menjadi jangan, dan dulu tjepat sekarang menjadi cepat.

Para Baly ha Masoret dan nag danim yang hidup sesudah AD 70 yang mengkuatirkan keimanan anak cucu bangsa Israel telah dipakai Allah untuk memelihara kitab PL yang sangat dibutuhkan jemaat Perjanjian Baru. Hasil karya mereka disebut Masoretic Text (Teks Masoretik) dipakai oleh baik kaum Yahudi maupun orang-orang Kristen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar