Alkitab dengan gamblang menyatakan bahwa BAPTISAN diberikan kepada mereka yang menanggapi/percaya berita INJIL . Contoh: Kepala penjara di Filipi, kita membaca, “Lalu mereka memberitakan firman Tuhan kepadanya dan kepada semua orang yang ada di rumahnya.“ (Kisah Para Rasul 16:32). Ini menjelaskan mengapa seisi rumahnya dapat/boleh dibaptis—mereka semua telah cukup umur untuk mendengarkan Firman. Juga, Sida-sida Ethiopia dalam Kisah Para Rasul 8:35-39
8:35 Maka mulailah Filipus berbicara dan bertolak dari nas itu ia memberitakan Injil Yesus kepadanya.
8:36 Mereka melanjutkan perjalanan mereka, dan tiba di suatu tempat yang ada air. Lalu kata sida-sida itu: "Lihat, di situ ada air; apakah halangannya, jika aku dibaptis?"
8:37 Sahut Filipus: "Jika tuan percaya dengan segenap hati, boleh." Jawabnya: "Aku percaya, bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah."
8:38 Lalu orang Etiopia itu menyuruh menghentikan kereta itu, dan keduanya turun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia.
8:39 Dan setelah mereka keluar dari air, Roh Tuhan tiba-tiba melarikan Filipus dan sida-sida itu tidak melihatnya lagi. Ia meneruskan perjalanannya dengan sukacita.
Dalam PB, Baptisan segera menyusul setelah IMAN PRIBADI kepada Kristus digunakan. Dalam gereja mula-mula, TAK SATUPUN orang percaya yang tidak dibaptis. Semua orang Percaya DIBAPTIS sebagai suatu kesaksian terhadap iman mereka.
Surat Barnabas (sekitar tahun 120-130), berisi suatu pasal yang singkat tentang Baptisan Air, tetapi Hanya Baptisan Orang-orang Percaya. ”Kami turun ke dalam air penuh dengan dosa dan kecemaran, dan kami keluar dengan membawa buah dalam hati kami, ketakutan dan pengharapan dalam Yesus di dalam Roh”
Tertullianus, pemimpin gereja Afrika Utara (sekitar tahun 200), menandaskan bahwa anak-anak harus datang untuk dibaptis ketika mereka sudah DEWASA supaya mereka mengerti apa yang sedang mereka lakukan.”oleh karena itu, sesuai dengan keadaan dari watak seseorang, dan juga usianya, maka PENUNDAAN baptisan adalah LEBIH MENGUNTUNGKAN, khususnya dalam hal anak-anak kecil.” Tertullianus, yang berbicara menentang pembaptisan anak kecil, mengacu kepada orang tua baptis atau orang tua dari si Anak yang dibaptis sebagai MUDAH SEKALI membuat Janji-Janji yang GEGABAH ketika mereka mengatakan bahwa anak itu akan menjadi orang Kristen dalam kehidupannya kelak. ”Siapakah yang mengetahui apakah hal ini akan terjadi?” ia bertanya.
Jika membaca sejarah Baptisan Anak/Bayi dalam sejarah gereja, penuh dengan unsur MISTIK/SAKRAMENTAL—kalo Bayi/Anak itu mati pasti masuk surga karena sudah dibaptis, Baptisan Bayi/Anak untuk menghapus Dosa Asal dan politis (pembaptisan anak kecil menjadi mata rantai yang mempersatukan gereja dan Negara, setiap anak yang dibaptis menjadi orang Kristen dan anggota kerajaan Romawi sekaligus)
Karl Barth, teolog terkenal dari Swiss, mengakui bahwa motivasi sesungguhnya dibalik Baptisan Anak adalah KONSTANTIN-isme, yakni kesatuan gereja dan Negara. Ketika berbicara mengenai para Reformator yang berpegang pada Baptisan Anak Kecil, ia mengatakan,“Orang-orang pada waktu itu tidak mau melepaskan, karena cinta atau uang, keberadaan gereja Injili dalam bentuk corpus Christianum Konstantinian. Ketika gereja menghentikan pembaptisan anak kecil, gereja Rakyat dalam arti gereja Negara atau gereja Massa berakhir.“ Barth menjelaskan bahwa Alkitab mengajarkan gereja Kristen merupakan suatu minoritas; bila semua orang diikutsertakan didalamnya, maka akibatnya adalah kesakitan bukan kesehatan. Ia mengakhiri dengan berkata bahwa, ”sudah saatnya untuk mengumumkan bahwa suatu pencarian yang urgen untuk bentuk yang lebih baik dari praktik baptisan kita sudah lama dinanti-nantikan.”
Ulrich Zwingli, pengkhotbah dan reformator dari Zurich, mempunyai KERAGUAN YANG SERIUS tentang Pembaptisan Anak Kecil. Ia Mengaku, ”Tak ada yang lebih menyedihkan saya daripada bahwa saat ini saya harus membaptiskan anak-anak kecil karena SAYA TAHU HAL ITU SEHARUSNYA TIDAK DILAKUKAN.” Ia menyadari bahwa pembaharuan yang menyeluruh dalam gereja akan berarti menghentikan kebiasaan itu. Ia mengatakan lagi,”Saya tidak menyinggung hal baptisan, saya tidak menyebutnya benar atau salah; jika kita harus membaptis seperti YANG TELAH DITETAPKAN oleh KRISTUS, maka kita TIDAK AKAN MEMBAPTIS seorang pun sebelum Ia MENCAPAI USIA yang memperlihatkan kebijaksanaan; karena DIMANAPUN TIDAK TERTULIS bahwa Pembaptisan Anak Kecil harus dilakukan.”
Namun sayangnya, Zwingli mengubah pikiran karena alasan keadaan politik waktu itu yang kuatir kacau (timbul gejolak sosial) karena gerakan Anabaptis (kelompok Kristen yang membaptis ulang) yang SANGAT TIDAK SETUJU dengen BAPTISAN BAYI/ANAK KECIL karena pola Perjanjian Baru yaitu gereja terdiri atas orang-orang percaya yang dibaptis.
Dalam soal Baptisan Anak Kecil, Luther dan Zwingli berpihak pada Gereja Roma. Zwingli, misalnya, mengerti apabila ia sampai berpihak pada para Anabaptis, ia akan membangkitkan ketidaksenangan Negara. Ia berkata, ”Akan tetapi, jika saya sampai menghentikan praktik itu (Baptisan Bayi/Anak Kecil), maka saya khawatir saya akan kehilangan gaji tetap saya dari berkhotbah”. Tetapi terlebih penting, ia memandang para Anabaptis sebagai pengacau tatanan sosial.
Perkataan Luther agak tidak masuk akal tentang Baptisan Bayi/Anak kecil. Luther tidak menghentikan Praktik pembaptisan anak kecil. Luther juga menyetujui pemusnahan para Anabaptis. Luther terjepit ditengah-tengah topik tentang Baptisan Anak. Ia ingin berpegang pada dua doktrin yang bertentangan, yakni pembenaran oleh iman dan kepercayaan bahwa anak-anak kecil dilahirbarukan oleh Baptisan. Dalam suatu khotbah ia mengemukakan jika seseorang menganggap bahwa anak-anak kecil yang telah dibaptis itu tidak percaya, ia harus menghentikan perbuatan itu, ”supaya kita tidak lagi menghina dan menghujat kemuliaaan Allah yang mahatinggi dnegan tindakan gila-gilaan dan ketololan yang tidak beralasan.” Sungguh Ketidakkonsistenan dan Dilema bagi Luther.
Kelompok PAEDOBAPTIS (yang pro/melakukan praktik Baptisan Anak Kecil) mempunyai masalah. Beberapa anak ini ketika dewasa tidak memeluk iman Kristen, tetapi menjadi berandal. Untuk menghadapi dilema ini, upacara“masuk sidi“ ditetapkan supaya seorang anak dapat meneguhkan keputusan yang telah dibuat oleh orang tuanya. Paul K. Jewett menjelaskan bahwa perlunya praktik ini hanya dapat berarti salah satu dari dua hal: mujizat lahir baru yang dikerjakan lewat baptisan anak kecil itu DIBATALKAN ketika anak itu Dewasa/Akil Balik, atau Upacara masuk sidi“ itu adalah Pengakuan secara diam-diam bahwa anak itu sebenarnya TIDAK PERNAH DILAHIRBARUKAN.
Bagaimana dengan John Calvin? Seperti Zwingli, ia menemukan hubungan analogis antara tanda sunat dari Perjanjian Lama dan Tanda Baptisan dari Perjanjian Baru. Calvin mengakui bahwa Alkitab tidak pernah mencatat Pembaptisan seorang anak kecil.
Perbandingan Tanda SUNAT dan Tanda BAPTISAN, TIDAK TEPAT karena Perjanjian yang Baru berbeda sekali dengan perjanjian yang lama. Memang benar bahwa sunat secara rutin dijalankan dalam perjanjian Lama, baik yang beriman atau tidak. Sunat merupakan tanda dari berkat-berkat perjanjian yang hanya dapat diterima sepenuhnya oleh seorang anak apabila ia memiliki iman pribadi setelah ia cukup umur. (bagian ini belum selesai diketik)
Seperti Luther, Calvin bergumul dengan masalah bagaimana baptisan dapat berguna bagi seorang anak kecil yang tak dapat percaya. Ia mengatakan bahwa mungkin Allah sebelumnya telah melahirbarukan anak-anak kecil yang akan diselamatkan. Para kritikus mengatakan, jika hal ini benar, maka anak-anak tak akan dilahirkan “di dalam Adam“ melainkan “di dalam Kristus.“ Kesimpulan ini tidak diterima secara luas.
Calvin mengeluarkan teori yang lebih baik dari teori Mistik Baptisan Anak. Baptisan tidak mengakibatkan kelahiran kembali anak-anak kecil tetapi hanya bearti bahwa“benih-benih pertobatan terdapat di dalam anak-anak melalui pekerjaan yang rahasia dari Roh Kudus.“ Mereka dibaptis dalam iman dan pertobatan yang akan datang. Ini tidak berarti bahwa anak-anak yang tidak dibaptis harus diserahkan untuk kematian kekal jika mereka mati pada masa anak-anak. Baptisan tidak mengakibatkan kelahiran baru, tapi hanya berarti bahwa “benih-benih pertobatan“ itu ada.
Erwin W. Lutzer menyarankan Baca juga buku Paul K Jewett, Infant Baptism and the Covenant of Grace, Grand Rapids: Eerdmans, 1977. Karya ini memuat sejarah yang rinci tentang doktrin baptisan anak kecil dan menyimpulkan bahwa BAPTISAN ANAK KECIL, BERTENTANGAN dengan ajaran Perjanjian Baru. Buku ini sangat ilmiah. Buku ini menarik karena ditulis oleh seorang teolog perjanjian (Covenant Teolog), yang dididik untuk menerima Baptisan Anak Kecil. Ini merupakan bacaan yang perlu dibaca oleh barangsiapa yang menaruh minat pada doktrin yang controversial ini.
dirangkum dari buku Teologi Kontemporer, Erwin W. Lutzer, Malang: Gandum Mas, Cetakan ketiga 2005.
(ALL ONE BODY-WHY DON’T WE AGREE?)
kesimpulan: BAPTISAN BAYI/ANAK SUNGGUH MENYESATKAN dan Para Gembala/Pendeta/ Penatua/Penilik Jemaat dan Gereja yg menerapkan PAEDOBAPTIS perlu bertobat dan mengubah KESALAHAN FATAL ini.
AMSAL 23:23 Belilah kebenaran dan jangan menjualnya; demikian juga dengan hikmat, didikan dan pengertian.
Tidak ada Gereja yg Sempurna, itu benar. Ada Gereja Yang Lebih Benar, itu Benar.
Artikel Rohani menarik, Isu Teologi, Cinta, Humor dan perenungan. Fundamental-Baptist-Independent-Alkitabiah, Dispensational in theology, Pre-Tribulational Rapture Pre-millennial, Textus Receptus and Masoretic Text (traditional-text based), Baptism by immersion, Six-day literal creation, Literal and Grammatical and Historical in hermeneutics
Jumat, Oktober 17, 2008
Pembahasan Point 1: BAPTISAN BAYI/ANAK KECIL SUNGGUH MENYESATKAN
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar