Kamis, Januari 08, 2009

Apa Kata Alkitab Mengenai Hutang?

Oleh: Dr. Steven E. Liauw (Buletin PEDANG ROH 58, Jan-Maret 2009)

Dunia modern di mana kita hidup tidak lagi terlepas dari hutang. Dengan banyaknya tawaran kredit, agunan, dll., orang Kristen harus menghadapi kenyataan realita hutang. Untuk itu, orang Kristen perlu tahu, apa pengajaran Alkitab tentang masalah hutang piutang. Bolehkah orang Kristen berhutang? Bolehkah orang Kristen berpiutang? Marilah kita lihat seluruh ayat-ayat Alkitab yang berhubungan.

A. TUHAN MENGASUMSIKAN BAHWA DARI ANTARA ORANG ISRAEL PASTI ADA YANG BERHUTANG DAN ADA YANG BERPIUTANG.

Jadi, hutang dianggap sesuatu yang pasti terjadi dalam masyarakat. Hal ini terlihat dari berbagai ayat berikut:

Ulangan 24:10-11 “Apabila engkau meminjamkan sesuatu kepada sesamamu, janganlah engkau masuk ke rumahnya untuk mengambil gadai dari padanya. Haruslah engkau tinggal berdiri di luar, dan orang yang kauberi pinjaman itu haruslah membawa gadai itu ke luar kepadamu.”

Keluaran 22 : 25 “ Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umat-Ku, orang yang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai seorang penagih hutang terhadap dia: janganlah kamu bebankan bunga uang kepadanya.”

B. SALAH SATU AYAT YANG SERING MENJADI POKOK BAHASAN DALAM TOPIK INI ADALAH:

Roma 13:8 “Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga, tetapi hendaklah kamu saling mengasihi.”

Ayat ini sekilas melarang segala bentuk hutang bagi orang Kristen. Tetapi apakah berarti orang Kristen tidak boleh menyicil mobil dan rumah?Apakah orang Kristen tidak boleh memakai credit card? Ayat ini harus dilihat dalam konteks sepenuhnya, yaitu mulai dari ayat 7. Ingat bahwa Paulus tidak memisahkan ayat 7 dengan ayat 8 menjadi 2 perikop yang berbeda. Pemisahan perikop dilakukan belakangan oleh para pencetak Alkitab untuk mempermudah pembacaan. Konteks perintah “jangan berhutang” dalam ayat 8, adalah: “Bayarlah apa yang harus kamu bayar, jangan berhutang apa-apa.” Jika kamu wajib bayar pajak, bayar cukai, bayarlah itu! Jangan tidak bayar (berhutang!). Bahkan, hormat dan rasa takut pun harus diberikan kepada mereka yang patut.

C. ORANG PERCAYA JELAS BOLEH MEMBERI PINJAMAN KEPADA ORANG LAIN.

Hal ini jelas dari ayat-ayat berikut ini:
Ulangan 28:12 “TUHAN akan membuka bagimu perbendaharaan-Nya yang melimpah, yakni langit, untuk memberi hujan bagi tanahmu pada masanya dan memberkati segala pekerjaanmu, sehingga engkau memberi pinjaman kepada banyak bangsa, tetapi engkau sendiri tidak meminta pinjaman.

D. BOLEHKAH ORANG KRISTEN MENERIMA BUNGA/MEMBUNGAKAN UANG?

Ini adalah topik yang kontroversial. Ada orang yang setuju bahwa orang Kristen boleh membungakan uang, dan yang lainnya tidak setuju. Mereka yang tidak setuju orang Kristen menerima bunga, memakai ayat-ayat berikut: Yehezkiel 18:5-8, Imamat 25:35-37, Amsal 28:8, Mazmur 15:5.

Tetapi, coba kita lihat beberapa fakta berikut:

Ada ayat-ayat Alkitab yang berbicara positif mengenai menerima bunga: Ulangan 23:20, Matius 25:27. Jika orang Kristen tidak boleh membungakan uang, maka orang Kristen juga tidak boleh menaruh uangnya di Bank. Sebab, orang yang menaruh uang di Bank, pada esensinya meminjamkan uang itu kepada Bank, dan mendapatkan bunga darinya. Pada kenyataannya, orang-orang yang menentang “bunga” dalam pinjaman antar pribadi, toh tetap menaruh uang di Bank. Apakah orang Kristen mau ikut system Bank Syariah Islam? Tentu tidak.

Ayat-ayat yang menentang “bunga” atau “riba” biasanya dibicarakan dalam konteks tertentu:
Konteks orang miskin atau lemah (Kel. 22:25; Im. 25:35-38; Ul. 24:17; Ams. 28:8). Jadi, ketika ada orang yang jatuh miskin dan memerlukan uang untuk kehidupannya, misalnya karena sakit, dll., maka orang percaya tidak boleh mengambil kesempatan untuk semakin menekan orang miskin itu dengan riba.

Konteks pemerasan (Yeh. 22:12). Ini mirip dengan yang di atas. Misalnya ada orang yang terjepit karena musibah, jatuh sakit, dll., lalu memerlukan sekali uang. Maka orang percaya tidak memeras orang tersebut dengan mematok bunga yang tinggi.
Ada larangan untuk memungut bunga dari sesama orang Yahudi (PL), yaitu dalam Ul. 23:19. Rupanya Tuhan ingin agar ada pertimbangan khusus untuk sesama orang percaya.

Kata “riba” dan “bunga” dalam ayat-ayat ini memiliki arti khusus. Kata “bunga uang” berasal dari kata Ibrani neshek, sedangkan “riba” berasal dari kata Ibrani tarbit (atau marbit, masih satu akar kata). Kata neshek berasal dari akar kata nashak, yang berarti “menggigit.” Jadi pengertian dari neshek adalah bunga/riba yang berat sekali, sehingga bagaikan sesuatu yang menggigit.

E. A. Speiser melakukan penelitian mendalam mengenai neshek dan tarbit, berkaitan dengan pinjam meminjam dan hukum Musa. “Dia menunjukkan bahwa istilah neshek ‘bunga’ dan marbit ‘riba,’ ditemukan paralelnya dalam tablet-tablet [kuno] dari Alalak dan Nuzi [maksudnya kedua istilah ini juga ditemukan di hukum bangsa-bangsa non-Yahudi]. Di tablet-tablet itu ada informasi tambahan. Pinjaman diberikan dengan bunganya dipotong dari awal. Seorang peminjam bisa saja hanya menerima 80 shikel dari pinjaman 100 shikel. Inilah arti kuno dari kata neshek. Ketika tiba waktu untuk membayar pinjaman, jika ia tidak mampu, maka ia ditahan (Im. 25:35, kata ‘menyokong’dapat diartikan ‘menahan.’ Pengertiannya adalah dia menjadi budak sementara). Tetapi, menurut Imamat, tidak boleh ada bunga atau riba (neshek atau marbit) yang dibebankan lagi padanya. Jika ia dikenakan lagi bunga kedua di atas perbudakan, maka peminjam itu bisa-bisa tidak akan mampu membayar hutangnya. Hukum Imamat lebih lanjut lagi memerintahkan perlakuan yang manusiawi terhadap saudara yang masuk perbudakan secara demikian. Bangsa-bangsa lain di sekitar Israel tidak memiliki perlindungan terhadap orang lemah seperti ini. Pendeknya, bunga diperbolehkan, tetapi bunga yang berlebihan (riba) tidak diperbolehkan.” (Theological Wordbook of the Old Testment, Harrison).

E. WALAUPUN ALKITAB MEMPERBOLEHKAN HUTANG, ALKITAB MENGAJARKAN AGAR SEBISA MUNGKIN TIDAK BERHUTANG

Hal ini jelas dari hal-hal berikut: Amsal 22:7 “Orang kaya menguasai orang miskin, yang berhutang menjadi budak dari yang menghutangi.”

Pada kenyataannya, ketika seseorang berhutang, ia berada dalam kuasa orang yang meminjamkan kepadanya. Tentunya ini bukan situasi ideal yang Tuhan inginkan bagi anak-anakNya.

Oleh karena itu, sebaiknya orang Kristen berhemat, dan mengencangkan ikat pinggang, daripada berhutang. Ayat ini juga mengajarkan bahwa orang percaya tidak lalu memberontak kepada orang yang meminjamkan padanya. Ia tidak lalu memakai caracara licik untuk mengintimidasi, menekan, dan memaksa orang yang meminjamkan tersebut. Ia yang telah setuju berhutang, berarti ia memang menyerahkan diri ke bawah kuasa orang itu (untuk menagih hutangnya pada waktu yang disepakati). Lucu sekali bila ada orang percaya yang berhutang, lalu ketika ingin ditagih, malah dia yang lebih galak! Cara preman seperti ini bukanlah cara orang Kisten, melainkan cara orang fasik: Mazmur 37:21 “Orang fasik meminjam dan tidak membayar kembali, tetapi orang benar adalah pengasih dan pemurah.”

Orang Kristen seharusnya puas dengan apa yang ia miliki. Ia mencukupkan diri dengan berkat Tuhan pada dirinya. Oleh karena itu, walaupun Tuhan tidak melarang segala bentuk hutang, seharusnya orang Kristen tidak perlu berhutang. (Ibrani 13:5, 1 Timotius 6:6)

Bagaimana dengan orang yang merasa gajinya kurang? Maka ia harus bekerja dengan lebih keras, dan berusaha untuk memajukan diri. Jika itu usaha maksimalnya, maka: Lukas 3:14 “Dan prajurit-prajurit bertanya juga kepadanya: "Dan kami, apakah yang harus kami perbuat?" Jawab Yohanes kepada mereka: "Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu.”

Manusia berusaha, Tuhan yang memberkati. Jika usaha kita maksimal, marilah kita mencukupkan diri dengan apa yang Tuhan berikan untuk kita. Budaya konsumtif dunia sekarang ini tidak sehat.

F. KESIMPULAN

1. Alkitab memperbolehkan hutang piutang dalam batasan Alkitab.

2. Alkitab memperbolehkan bunga yang tidak berlebihan, juga untuk mengambil jaminan/gadai (Mat. 25:27; Ul. 23:20; 24:1013)

3. Alkitab mencela orang yang berpiutang (meminjamkan), bila:
a. Ia menggunakan itu untuk menekan orang kecil/lemah (Kel. 22:25; Im. 25:35-38;
Ul. 24:6, 10, 17)
b. Ia menggunakan itu untuk memeras seseorang (Yeh. 22:12)
c. Ia melakukannya untuk menekan seorang saudara seiman (Ul. 23:19). [bukan berarti tidak boleh ada kesepakatan dagang antara dua orang percaya yang melibatkan bunga, tetapi Tuhan ingin agar sesama orang percaya ada saling mengasihi dan pertimbangan khusus].
d. Ia memberikan bunga yang berlebihan.

4. Alkitab mencela orang yang berhutang, bila:
a. Ia tidak membayar kewajibannya pada waktu yang ditentukan (Maz. 37:21; Rom. 13:8). Banyak orang yang tanpa dia sadari terjerumus dalam hutang yang tidak dapat ia bayar. Oleh karena itu, setiap orang percaya yang berhikmat, tidak akan masuk ke dalam hutang yang berbahaya:
i. Hutang untuk memenuhi gaya hidup yang lebih baik. Ini adalah hutang yang melanggar Firman Tuhan.
ii. Hutang yang berisiko tinggi. Ada orang yang nekad, dan walaupun tanpa jaminan, ia meminjam uang untuk mencoba mengubah “nasib.” Biasanya bunga untuk pinjaman tanpa jaminan sangat tinggi. Jika terjadi salah perhitungan, atau ada gejolak ekonomi, hutang menjadi tidak terbayarkan.

b. Cara dia berhutang menjadi kesaksian yang buruk dan menjadi batu sandungan bagi orang lain. Kesaksian buruk saat berhutang terjadi misalnya pada:
i. Cara berhutang yang menunjukkan premanisme, contoh: galak saat ditagih, menghilang saat ditagih, dll.
ii. Cara berhutang yang menunjukkan keengganan untuk segera membayar, yang puas dalam kondisi hutang.

5. Salah satu alasan Tuhan tidak ingin orang percaya sembarangan berhutang adalah karena Rapture sudah mendekat dan kapan saja bisa terjadi! Ketika orang Kristen diangkat oleh Tuhan, maka Tuhan tidak ingin ia meninggalkan hutang yang belum terbayar. Jika tidak, maka orang-orang yang tidak percaya akan menggerutu: “mengapa Tuhannya mengangkatnya? Dia masih berhutang pada saya!”

6. Fenomena modern yang patut dikaji:
a. Belanja secara kredit, apakah itu rumah, mobil, dll. Apakah boleh? Pada prinsipnya, Alkitab tidak melarang:
i. Kredit seperti ini ada jaminannya.
Misalnya, kredit mobil, BPKB ditahan; kredit rumah, sertifikat ditahan. Jadi, kalau terjadi Rapture, pihak bank/penjual tidak rugi, karena ia bisa menyita kembali barang yang dicicil tersebut.
ii. Kredit jenis ini pada intinya hanyalah kontrak pembayaran. Jadi, barang dibayar bukan dalam satu transaksi, tetapi dalam beberapa transaksi.
iii. Bagi orang Kristen, kredit ini haruslah dilakukan dalam kemampuannya. Artinya, dia memang bisa menyicil barang itu. Dia punya pemasukan stabil (atau simpanan uang) yang cukup, sehingga dapat menyicil barang itu.

b. Mempergunakan Credit Card.
Sebagian aspek sudah dibahas di poin a. Pada prinsipnya, Credit Card tidak salah. Credit
Card bisa menjadi penolong yang baik, ataupun penjerumus yang hebat, tergantung bagimana pemakaian. Sudah ada banyak contoh dan teladan orang-orang (Kristen sekalipun) yang hancur karena penggunaan Credit Card yang salah. Berikut beberapa tips untuk penggunaan Credit Card yang aman:

i. Jangan memakai Credit Card untuk membeli sesuatu yang berada di luar kemampuanmu.
ii. Pakailah Credit Card hanya untuk menolong, yaitu agar tidak perlu membawa
cash.
iii. Catat selalu pengeluaran Credit Card anda.
iv. Bayar Credit Card anda tepat pada waktunya. Credit Card mempunyai fasilitas minimum payment. Jangan pernah pakai opsi ini.

7. Sebisa mungkin jangan berhutang! Ini harus menjadi pedoman hidup. Tuhan tidak ingin orang percaya berada dalam hutang. Seharusnya, orang percaya punya prinsip: Saya tidak mau berhutang.
a. Cukupkan diri dengan berkat Tuhan. Bekerjalah dengan rajin jika ingin maju! Berdoa padaNya untuk segala kebutuhan.
b. Bukan berarti tidak bisa ada skenario seperti berikut: “Anda naik motor, membonceng teman anda, tiba-tiba motor mogok karena ban pecah. Anda kebetulan tidak bawa uang untuk membetulkan ban, jadi pinjam dulu dari teman anda.” Skenario seperti ini, dengan segala jenis variasinya, tentu tidak Tuhan larang. Yang penting adalah: bayar kembali pinjaman itu sesegera mungkin.

8. Khusus untuk pelayan Tuhan (penginjil, gembala, dll):
a. Pelayan Tuhan dituntut hidup dengan standar yang lebih tinggi (Yak. 3:1; 1 Tim. 3:1-7).
b. Dalam hal finansial, pelayan Tuhan harus tidak bercela. Ia harus ingat bahwa tindakannya harus menjadi contoh bagi jemaatnya.
c. Pelayan Tuhan boleh saja membeli barang secara kredit, tetapi ingat terus bahwa ia harus bijaksana mengelola uang, jangan sampai pengeluaran melebihi kemampuan.
d. Seorang pelayan Tuhan haruslah membawa nama harum jemaat dan Tuhan, serta membayar segala kewajibannya pada waktunya (Roma 13:8).
d. Sangatlah tidak sehat jika seorang pelayan Tuhan mulai meminjam uang untuk kebutuhan hidup atau kebutuhan bisnisnya. Seorang Gembala Jemaat seharusnya tidaklah berbisnis secara menetap dan jangka panjang.
e. Pelayan Tuhan yang sedang dililit hutang, dan kesulitan membayar, sebaiknya mengundurkan diri dulu agar kesaksian jemaat tetap mulia. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar