Selasa, Mei 25, 2010

Berita Mingguan 15 Mei 2010

PENELITIAN MENEMUKAN BAHWA BAYI TAHU PERBEDAAN ANTARA BAIK DAN JAHAT
Sebuah penelitian yang ekstensif yang dipimpin oleh profesor Universitas Yale, Paul Bloom, telah menemukan bahwa bahkan bayi-bayi dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat. Dalam satu eksperimen, para peneliti membuat bayi-bayi yang berumur maksimal satu tahun menonton sebuah drama tentang seekor anjing mainan yang berusaha untuk membuka sebuah kotak, sementara ada sebuah boneka beruang mencoba menolong dia dan ada satu lagi yang dengan keras kepala menduduki kotak tersebut. Para bayi semuanya lebih senang kepada boneka beruang yang mencoba untuk menolong. Bloom mengatakan, “Semakin banyak bukti-bukti yang memperlihatkan bahwa manusia memiliki moralitas yng sederhana bahkan sejak permulaan kehidupan.

Dengan pertolongan eksperimen-eksperimen yang dirancang dengan baik, anda dapat melihat percikan-percikan pikiran moral, penilaian-penilaian moral, dan perasaan-perasaan moral bahkan di tahun pertama kehidupan. Sepertinya suatu perasaan antara yang baik dan yang jahat sudah ada dalam tulang” (“Babies Know the Difference,” Daily Mail, 10 Mei 2010). Sebenarnya, moralitas bukanlah ada di tulang; ia ada di hati. Manusia diciptakan dalam gambar Allah, dan walaupun ia telah jatuh dan terpisah dari Allah, gambaran moral itu tetap ada, walaupun sudah terkorupsikan. Alkitab mengatakan bahwa manusia “menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela” (Roma 2:15). Hati nurani yang memiliki moralitas ini tidaklah sempurna dan dapat menjadi keras, tetapi sudah cukup untuk membuktikan bahwa ada Allah dan bahwa manusia bertanggung jawab kepada Dia. Fakta bahwa bayi-bayi tahu yang baik dari yang jahat juga mengingatkan kita bahwa pendidikan anak harus mulai dari sangat dini. Fakta inilah membuat J. B. Buffington mengkhotbahkan sebuah khotbah berjudul “Bagaimana Caranya Kehilangan Anakmu Sebelum Ia Lima Tahun.”

PEMBERITAAN YANG SEIMBANG
Oleh David Cloud: Selama bertahun-tahun, banyak orang yang telah menulis kepada saya untuk menyatakan keprihatinan mereka bahwa saya tidak “seimbang” dalam pemberitaan saya, tetapi keseimbangan banyak hubungannya dengan situasi khusus yang ditemui oleh seorang pengkhotbah. Apakah Nuh seimbang ketika ia “memberitakan kebenaran” selama 120 tahun sambil membangun bahtera? Apakah Yeremia seimbang dalam pesan-pesannya yang konsisten negatif terhadap Israel? Bagaimana dengan Yohanes Pembaptis? Ia tinggal di padang belantara dan memberitakan pertobatan, pertobatan, pertobatan. Apakah ia seimbang? Anda akan lihat hal yang sama dalam surat-surat Perjanjian Baru. Pesan bagi suatu jemaat atau kelompok tertentu tergantung kepada kondisi mereka pada saat itu. Apa yang Yesus sampaikan kepada jemaat di Filadelfia sama sekali berbeda dengan apa yang Ia sampaikan kepada jemaat di Laodikia. Jika sebuah jemaat atau suatu daerah atau suatu bangsa sedang menjadi semakin duniawi dan karnal dan sedang dalam penurunan moral, maka apakah seorang pengkhotbah harus mengabaikan hal ini dan mencoba untuk “seimbang”? Pada tahun 1962, Oliver B. Greene, seorang pengkhotbah Baptis Independen menyampaikan sebuah seri 25 khotbah di radio tentang murka Allah. Dua puluh lima! Murka, murka, murka, murka, murka, murka, murka, murka, murka, murka, murka, murka, murka, murka, murka, murka, murka, murka, murka, murka, murka, murka, murka, murka, murka. Apakah itu khotbah yang seimbang? Tidak peduli! Faktanya adalah bahwa itulah yang diperlukan oleh Amerika pada tahun 1962, dan itulah yang diperlukan Amerika hari ini. Yang kita perlukan adalah pengkhotbah-pengkhotbah yang tidak terlalu peduli tentang “keseimbangan” melainkan pada semangat demi kebenaran dan kebajikan! Kita tidak perlu lebih banyak keseimbangan, kita perlu semangat yang menyala-nyala bagi kebenaran!!! ! Satu saja generasi khotbah-khotbah yang “seimbang” secara intelektual telah menghasilkan satu generasi orang Kristen yang lemah. Oh ya, saya juga tidak sama sekali bersimpati dengan pengkhotbah hobi atau yang tidak mempelajari Firman Tuhan sehingga pengkhotbah itu menyampaikan hal yang sama setiap kali ia berkhotbah. Saya bukan sedang bicara tentang ketidaktahuan atau kemalasan. Kita juga tidak perlu hal-hal itu sama seperti kita tidak perlu “keseimbangan” Injili!

LUTHERAN MENGANGKAT KEMBALI “PENDETA-PENDETA” HOMOSEKSUAL
Evangelical Lutheran Church di Amerika (ELCA) telah mengangkat kembali seorang homoseksual yang “dipecat” tiga tahun yang lalu. Keputusan yang diambil oleh Sinode Tenggara ELCA ini adalah karena berbagai revisi kebijaksanaan yang akhirnya mengizinkan mereka yang “berada dalam hubungan sesama jenis yang dapat dipertanggungjawabk an secara publik, bersifat seumur hidup dan monogami” untuk melayani sebagai “pendeta” (“ELCA reinstates Partnered Gay Ministers,” Christian Post, 4 Mei 2010). Bradley Schmeling, sang homoseksual yang diangkat kembali mengatakan, “Roh Kudus hidup di gereja dalam cara yang baru dan mendalam.” Schmeling menggembalakan Gereja Lutheran St. John di Atlanta. Partner homoseksualnya, Darin Easler, juga dipecat dulu, tetapi ia lalu pindah ke United Church of Christ yang lebih liberal. Schmeling sedang mengikuti “roh yang lain” (2 Korintus 11:1-4). Roh Kudus, yaitu Roh Kebenaran (Yoh. 14:17; 15:26; 16:13; 1 Yoh. 4:6) adalah Penulis Alkitab, dan Alkitab mengecam homoseksualitas dengan kata-kata yang jelas dari kitab pertama hingga terakhir. Tidak ada jenis pernikahan yang diakui di halaman-halaman Kitab Suci, selain antara seorang lelaki dengan seorang perempuan. Ini sudah ditetapkan sejak fajar sejarah manusia di Taman Eden. Alkitab mengatakan bahwa hubungan seksual di luar dari pernikahan adalah dosa dan Allah akan menghakiminya (Ibr. 13:4). Karena tidak ada kemungkinan pernikahan sesama jenis yang alkitabiah, maka tidak mungkin ada hubungan sesama jenis yang direstui Allah. Dalam Perjanjian Baru, homoseksualitas disebut sebagai “hawa nafsu yang memalukan,” “tak wajar,” “kemesuman,” “kesesatan,” dan “pikiran-pikiran yang terkutuk” (Roma 1:26-28). Dosa apapun dapat diampuni, tetapi harus diakui dulu, yang berarti saya harus setuju dengan Allah bahwa tindakan itu adalah dosa. Saya harus setuju dengan Firman Allah melawan tindakan-tindakan saya. Itulah yang saya lakukan dulu, 37 tahun yang lalu untuk diselamatkan, dan itulah yang saya lakukan hari lepsa hari untuk persekutuan dengan Sang Juruselamat (1 Yoh. 1:9)

Sumber: Way of Life Ministry, Friday Church News Notes
Penerjemah: Dr. Steven E. Liauw
Graphe International Theological Seminary (www.graphe-ministry.org)
Untuk berlangganan, pilih opsi “Join Group” di: http://groups.yahoo.com/group/gits_ buletin/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar