(khotbah Dr. Suhento Liauw, posted by Andrew Liauw, M.Th)
Kita tahu bahwa ada banyak agama di muka bumi ini, bahkan jumlahnya tak terhitung.
Pertama, ada banyak agama yang tidak memiliki kitab tertulis yang diyakini firman Allah.
Allah yang berhikmat itu sanggup menulis dan Allah yang tidak sanggup menulis itu adalah Allah yang tidak berhikmat. Karena tidak memiliki kitab tertulis yang bisa dijadikan patokan pengajaran dan tuntunan kehidupan, maka tentu berakibat pada pengajaran dan kehidupan umat yang tidak menentu.
Agama yang tidak memiliki kitab tertulis itu meneruskan pengajarannya melalui mulut ke mulut, dan tentu sangat tidak standar. Tidak mungkin mendirikan doktrin yang pasti dan mantap dari cerita lisan, maka sudah tentu doktrin agama tersebut biasanya tidak jelas.
Karena doktrinnya tidak jelas maka umatnya tidak memiliki patokan pengajaran yang pasti, dan juga tidak memiliki tuntunan hidup yang pasti. Hal ini disebabkan karena umatnya bisa menulis tetapi Allahnya tidak bisa menulis. Sebenarnya tidak sulit bagi orang yang berakal sehat untuk menyimpulkan bahwa yang sedang disembah itu pasti bukan Allah yang maha tahu dan yang maha kuasa melainkan sekedar illah ciptaan oknum tertentu belaka.
Kedua, ada banyak agama yang memiliki kitab tertulis yang diyakini firman Tuhan, tetapi isinya sangat sederhana, dan sangat ketinggalan. Ada banyak kitab suci yang isinya mengandung hal-hal yang sangat konyol, yaitu yang sudah jelas-jelas bertentangan dengan fakta dan akal sehat. Sekalipun bertentangan dengan fakta dan akal sehat, namun dibela oleh umatnya mati-matian. Mereka siap membunuh orang yang berani menunjukkan kesalahan kitab mereka. Umatnya dengan leluasa menyerang kitab suci agama lain namun siap marah bahkan kalap ketika orang mencoba menunjukkan kesalahan kitab sucinya. Padahal kalau kitab yang diyakini mereka berasal dari Allah, maka biarkanlah kitab itu membela dirinya, atau biarkanlah Allah yang membela kitabNya, atau biarkanlah kebenaran itu sendiri mempertahankan dirinya.
Pendengar yang kami kasihi,
Kalau kita percaya akan keberadaan (existensi) Allah yang maha kuasa dan maha tahu yang menciptakan alam semesta, maka tentu kita percaya juga bahwa Allah tersebut adalah Allah yang penuh hikmat. HikmatNya melebihi para pendiri perusahaan, atau para pendiri negara, bahkan tentu lebih dari siapapun. Jadi kalau pendiri perusahaan tahu bahwa perusahaan memerlukan anggaran dasar, dan pendiri negara tahu bahwa negara memerlukan Undang-undang dasar, maka Allah tentu lebih tahu bahwa manusia memerlukan firman yang tertulis agar bisa dijadikannya patokan doktrin dan kehidupan.
Karena Allah ingin menyelamatkan manusia dan menuntun kehidupannya, maka Allah yang penuh hikmat dan tentu yang sanggup menulis itu berkepentingan agar umatnya memiliki firman yang tertulis.
Hanya dengan firman yang tertulislah jalan keselamatan itu pasti. Jalan keselamatan yang disampaikan secara lisan, atau melalui tradisi, dan lain sebagainya itu hanya akan menuntun manusia pada akhir yang mengerikan.
Allah pernah mendemonstrasikan bahwa Ia adalah Allah yang sanggup menulis dengan memerintahkan Musa naik ke atas bukit untuk menjemput sepuluh hukum yang ditulisNya.
Tetapi demi untuk mengecoh iblis Allah tidak menjatuhkan firmanNya dari langit atau memberikan firman yang lengkap kepada Musa, karena cara demikian pasti akan langsung ditiru oleh iblis yang akan juga memanggil hambanya dan memberikan firmannya, maka Allah memilih menggerakkan orang tertentu untuk menuliskan firmanNya. Firman Allah itu akhirnya ditulis seolah-olah itu adalah hukum, atau sejarah, atau dialok, atau surat pribadi yang berupa nasehat, dan lain sebagainya, sehingga sebelum dikanonkan iblis tidak menyadari bahwa suatu saat semua itu akan dikanonkan menjadi satu kanon firman Allah.
Setelah iblis menyadari bahwa ia membutuhkan juga kitab tertulis untuk menandingi firman Allah yang tertulis, maka ia sudah terlambat. Namun pasti iblis menganut faham lebih baik terlambat daripada sama sekali tidak, maka ia pun mulai menghasilkan kitab-kitabnya.
Allah menuliskan 39 kitab yang berisikan janjiNya untuk mengirim Juruselamat. Tiga puluh sembilan kitab ini terdiri dari tiga kelompok kitab yaitu; kitab Torah yang adalah kitab hukum, dan Kethubim yang adalah kitab bacaan, dan Nabium yang adalah kitab para nabi.
Sekalipun namanya Torah, Kethubim, dan Nabium, namun inti kitab-kitab tersebut ialah menjanjikan seorang Juruselamat lengkap dengan ciri-cirinya. Itulah sebabnya kemudian keseluruhan kitab tersebut dinamakan kitab PERJANJIAN.
Baik orang Yahudi, yaitu penerima firman, bahkan Tuhan Yesus sendiri mengakui bahwa kitab Perjanjian Lama adalah firman Allah. Tuhan Yesus dalam Luk.24:44 menunjukkan bahwa Ia tidak mengakui apokripa atau deuterokanonika sebagai firman Allah dengan hanya menunjuk Torah, Ketubhim, dan Nabium.
Sesudah Nabi Maleakhi, ada kurang lebih empat ratus tahun Allah tidak menurunkan firman atau tidak memerintahkan seorang nabi untuk menulis.
Akhirnya muncul Yohanes Pembaptis, pembuka jalan (forerunner), yang menyerukan bahwa Mesias atau Juruselamat yang dijanjikan telah tiba. Katanya, "lihatlah, Anak domba Allah yang menghapus dosa isi dunia."
Juruselamat yang ditunjuk Yohanes, yaitu Yesus, menjalani kehidupan manusia, karena tujuan kedatanganNya ialah menyelamatkan manusia dengan menanggung dosa manusia. Hanya dengan cara demikian saja manusia bisa diselamatkan karena upah dosa ialah maut atau dosa hanya dapat diselesaikan dengan penghukuman.
Masa kehadiran Yesus di dunia adalah masa penggenapan atas semua yang telah dituliskan jauh sebelumnya di dalam kitab Perjanjian Lama. Menurut Rasul Yohanes ada banyak hal telah dikerjakan oleh Yesus, jika semuanya dituliskan maka akan terlalu banyak. Namun jika tidak dituliskan maka kita tidak tahu bahwa nubuatan kitab Perjanjian Lama tentang Juruselamat yang dijanjikan telah digenapi. Itulah sebabnya Tuhan menggerakkan para murid yang adalah saksi mata, dan penerima wahyu langsung, untuk menuliskan peristiwa yang mereka pernah saksikan dan juga menuliskan pengajaran bagi kehidupan pribadi orang percaya maupun jemaat.
Akhirnya Para Rasul menulis secara langsung, atau meminta murid mereka menulis. Namun sumber atau isinya tetap bersumber dari Rasul atau saksi mata, atau penerima langsung wahyu Allah.
Lukas memang bukan Rasul, tetapi isi Injilnya, sebagaimana dikatakannya pada beberapa ayat bagian awal, adalah hasil wawancara dengan Rasul-rasul. Demikian juga Markus, ia bukan rasul namun isi Injilnya bersumber dari Petrus.
Bagaimanakah prosesnya sehingga ada 27 kitab yang diterima ke dalam kanon firman Allah? Tentu tidak ada sebuah dewan atau suatu konsili yang berwenang menetapkan melainkan jemaat mula-mula yang penuh dengan Roh Kudus yang memutuskan untuk mereka sendiri.
Prosesnya ialah, misalnya surat Paulus untuk jemaat Korintus, itu ada di kota Korintus, dan surat Efesus ada di kota Efesus. Pada saat jemaat Korintus pergi ke Efesus mereka membaca surat Efesus dan menyalinnya dan membawa pulang ke Korintus sehingga di Korintus ada surat Korintus dan Efesus.
Melalui interaksi antar jemaat maka akhirnya perpustakaan jemaat semakin bertambah. Sangat mungkin jumlah kitab yang ada di antara jemaat-jemaat itu berbeda, tetapi yang jelas mereka tidak sembarangan menerima suatu kitab atau surat sebagai kebenaran firman Allah. Dan tercatat yang diakui adalah berkisar di antara 27 kitab yang kita miliki sekarang.
Karena Allah telah terang-terangan menunjukkan penyertaanNya terhadap Rasul-rasul, dengan memberi mereka kuasa untuk menghidupkan dan mematikan orang, maka jemaat juga yakin akan otoritas rasul. Oleh sebab itu semua kitab, atau surat yang menyandang nama atau diketahui bahwa surat itu ditulis oleh seorang Rasul atau dibacking oleh seorang Rasul, maka keabsahannya tidak diragukan sedikitpun.
Atau setidak-tidaknya, surat atau kitab tersebut telah beredar semasa seorang Rasul masih hidup sehingga rasul tersebut pernah membaca dan memberikan restu atasnya.
Kita tahu bahwa kitab Wahyu adalah kitab terakhir yang ditulis oleh Rasul yang terakhir. Kitab Wahyu adalah kitab penutup yang ditulis oleh rasul terakhir. Sesudah menulis kitab Wahyu Rasul Yohanes meninggal dan tidak ada rasul lagi.
Oleh sebab itu kitab manapun yang muncul kemudian, artinya sesudah tidak ada rasul lagi yang memberi pengesahan, maka tidak bisa diterima lagi oleh jemaat sebagai firman Tuhan.
Memang akhirnya muncul banyak kitab APOKRIPA P.B. yang menyandang nama-nama beken, misalnya Injil Petrus, Injil Thomas, Injil Barnabas dan lain sebagainya. Tulisan-tulisan itu disebut APOKRIPA, artinya muncul diam-diam, atau menyusup masuk, karena munculnya secara diam-diam. Keabsahan mereka dipertanyakan karena muncul setelah rasul-rasul tidak ada. Kalau betul-betul Injil Petrus itu adalah tulisan Petrus, atau Injil Barnabas itu tulisan Barnabas, seharusnya sudah beredar sejak penulisnya masih hidup, bukan jauh setelah penulisnya tidak ada bahkan jauh setelah Rasul terakhir yaitu Rasul Yohanes tidak ada.
Pendengar yang kami kasihi,
Jelas sekali bahwa 27 kitab Perjanjian Baru adalah kitab-kitab yang telah disahkan oleh Para Rasul dan telah diterima oleh jemaat mula-mula.
Allah telah menyelesaikan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh manusia di muka bumi, yaitu firmanNya yang pasti. Tanpa firman tertulis, tidak ada kepastian firman Tuhan. Memang Allah berkali-kali berfirman secara lisan, baik kepada Abraham, Musa dan lain sebagainya. Tetapi kita tidak tahu apa yang dikatakan Allah jika itu tidak dituliskan dan tersimpan sampai generasi kita. Allah bahkan pernah memakai mimpi, visi, malaikat dan lain sebagainya untuk menyampaikan sesuatu kepada manusia. Tetapi semua itu bukan alat yang bisa dijadikan landasan pengajaran yang pasti, artinya yang bisa dijadikan landasan doktrin. Tidak ada anggaran dasar perusahan yang bersifat lisan, apalagi Undang-undang dasar sebuah negara.
Akhirnya dari bicara secara lisan, memakai undian, mimpi, visi, malaikat, dan lain sebagainya, Allah sampai pada pemakaian tulisan. Dan yang lebih indah lagi ialah semua tulisan yang masih terpencar itu akhirnya dikumpulkan menjadi sebuah kanon, atau sebuah alat ukur yang pasti, yang tidak boleh ditambah maupun dikurangi lagi.
Banyak orang bertanya; "apakah kebenaran Alkitab itu kebenaran yang absolut?" Jawabnya, tentu! Kalau kebenaran Alkitab itu relatif maka itu sama dengan tidak ada kebenaran. Lho, bukankah sangat tergantung pada tafsiran manusia? Ya...tafsiran manusia itu tidak absolut, tetapi kebenaran Alkitab itu absolut. Dengan kata lain, tafsiran yang paling dekat dengan Alkitablah yang paling absolut. Mari, kita bersama-sama memakai otak yang diberikan Allah kepada kita untuk merenungkan firmanNya yang absolut, agar kebenaran yang kita yakini adalah kebenaran yang absolut.
Allah memberikan kita otak untuk berpikir, dan juga memberikan kita firmanNya yang absolut untuk dipelajari dengan otak kita. Setiap orang boleh menafsirkan firman Tuhan yang absolut itu. Tentu tidak semua tafsiran itu yang dihasilkan absolut, tafsiran yang semakin dekat dengan Alkitab adalah penafsiran yang semakin absolut, karena Alkitab adalah kebenaran absolut.
Kalau Alkitab bukan kebenaran absolut, melainkan kebenaran relatif, maka itu berarti Allah tidak pernah menurunkan kebenaran, melainkan membiarkan manusia mencari serta menentukan kebenaran mereka sendiri. Kalau Alkitab bukan kebenaran absolut maka Yesus satu-satunya jalan keselamatan, juga bukan statemen yang absolut.
Memang iblis menjadi sangat takut dan gentar dengan Alkitab karena Alkitab adalah kebenaran Allah yang absolut. Karena dengan kebenaran absolut dari Allah itulah ia akan dihancurkan dengan tak berkutik.
Tetapi iblis bukan tipe oknum yang gampang menyerah. Ia berusaha keras agar manusia tidak menjadikan Alkitab kebenaran yang absolut.
Pertama, ia berusaha agar manusia menambahi kebenaran Alkitab dengan tradisi. Karena kalau manusia hanya mau berpatokan pada Alkitab saja, maka iblis kehilangan peluang untuk menanamkan pengaruhnya. Ia jugalah yang memunculkan berbagai kitab APOKRIPA untuk mengacaukan kanon, atau ukuran. Kalau ukuran kebenaran menjadi kacau, maka manusia akan kehilangan standar kebenaran serta akan semakin jauh dari kebenaran.
Saya sangat prihatin dengan teman-teman yang menyebut dirinya Kristen, namun tidak sanggup melihat usaha iblis untuk mengacaukan standar kebenaran. Semua doktrin akan kacau kalau landasan kebenarannya tidak ada kepastian. Allah telah memberikan firmanNya yang definite (pasti), namun iblis berusaha keras agar manusia berdiri, berjalan, bahkan duduk dalam firman yang indefinite (tidak pasti). Tentu kemudian mereka tergelincir, dan tidak bisa memahami doktrin yang benar atau yang alkitabiah, karena mereka telah keluar dari Alkitab.
Pendengar yang kami kasihi dalam Kristus,
Tiga puluh sembilan (39) kitab P.L. dan 27 kitab P.B. adalah satu-satunya firman Tuhan, dan di luar itu baik lisan maupun tertulis tidak ada firman Tuhan. Siapapun yang tidak memegang keyakinan demikian itu sama dengan tidak meyakini bahwa Allah telah menurunkan firmanNya yang pasti (definite). Dan kalau tidak ada firman yang pasti, maka tidak mungkin akan ada doktrin yang pasti, karena doktrin yang pasti itu harus yang disimpulkan dari firman yang pasti.
Itulah sebabnya Paulus menubuatkan dalam I Kor.13:8
bahwa Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap.
Pertama, yang dimaksud pengetahuan di ayat tersebut itu jelas bukan akal sehat melainkan karunia berkata-kata dengan pengetahuan sebagaimana yang juga tertulis pada pasal 12:8. Sebab sampai di Sorga pun akal sehat kita, seperti dua tambah dua sama dengan empat, itu tidak akan lenyap.
Karunia bernubuat akan berakhir dan bahasa lidah akan berhenti itu bukan pada saat Paulus mengucapkan yang kira-kira tahun 50 an, melainkan nanti setelah Rasul Yohanes menuliskan kitab Wahyu pasal 22:21, yang kira-kira tahun 95. Memang pada saat Paulus mengirim surat I Korintus, ia menasehatkan agar jemaat Korintus mengejar karunia, dan terutama karunia bernubuat karena karunia bernubuat adalah yang paling bermanfaat sebab nubuatan itu datang dari Allah atau wahyu Allah.
Tetapi itu terjadi sebelum Allah menghentikan proses pewahyuan. Setelah wahyu terakhir, yaitu kitab Wahyu 22:21 diturunkan, yaitu ketika rasul Yohanes menuliskan amin, dan titik, maka sejak saat itu Allah tidak menurunkan wahyu lagi. Orang kristen yang berhikmat harus sanggup melihat bahwa Allah yang penuh hikmat telah menghentikan proses pewahyuan agar manusia memiliki standar firman Tuhan yang pasti. Jika Allah tidak menghentikan proses pewahyuan, maka itu berarti belum ada kepastian standar firman Tuhan.
Banyak orang tidak mengerti letak kesalahan dari mereka yang menggembar-gemborkan nubuatan masa kini. Bahkan ada yang lucu sekali, dimana di satu sisi mereka mengatakan bahwa mereka percaya bahwa Alkitab adalah satu-satunya firman Tuhan, namun disisi lain mereka percaya bahwa masih ada proses pewahyuan yang menghasilkan nubuatan.
Pada sesi yang lalu telah saya katakan bahwa sesungguhnya hanya ada dua kategori kesesatan, yaitu; Keluar dari Alkitab dan salah menafsirkan Alkitab.
Yang pertama jauh lebih gampang diidentifikasi. Siapa saja yang percaya pada EXTRA BIBLICAL AUTHORITY, baik tertulis maupun lisan, itu sudah keluar dari Alkitab.
Ada yang EXTRA BIBLICAL AUTHORITYnya berupa Deuterokanonika, tradisi, keputusan sidang ini dan itu, atau wahyu yang datang sesudah kitab Wahyu 22:21.
Extra biblical authority ini adalah penyebab utama penyesatan, atau penyebab utama terbentuknya doktrin yang tidak alkitabiah, karena doktrinnya tidak dilandaskan HANYA pada Alkitab, melainkan juga pada Extra Biblical Authority.
Oleh karena waktu, maka pada malam ini saya tidak sempat menguraikan tentang kategori kesesatan yang kedua, yaitu yang salah menafsirkan Alkitab. Selasa yang akan datang kami jadwalkan untuk membahas tentang cara menafsrian yang benar. Untuk malam ini anda telah mendapatkan penuntun sederhana namun sangat penting, yaitu bahwa yang alkitabiah itu ialah yang hanya percaya kepada Alkitab. Kekristenan model apapun, atau gereja merek apapun yang percaya pada EXTRA BIBLICAL AUTHORITY atau otoritas di luar Alkitab baik tertulis maupun lisan, maka tandailah, itu pasti kekristenan yang sesat. Perhatikan, bukan mungkin sesat tetapi pasti sesat. Tentu bukan sesat dari pengajaran Dr. Liauw, melainkan sesat dari Alkitab.
Pendengar yang saya kasihi dalam Kristus,
Kalau anda dalam kondisi sedang mempercayai Alkitab plus, entah itu plus kitab tertentu, tradisi, hasil persidangan, atau pun nubutan lisan masa kini, maka dengan rendah hati saya nasehati anda bahwa jika anda ingin masuk Sorga dan mempercayai doktrin yang alkitabiah, buanglah yang plus itu, percayalah HANYA pada Alkitab saja. Bernubuat memang dianjurkan sebagaimana tertulis dalam I Kor.14 yang ditulis sekitar tahun 50-an, tetapi itu sebelum Allah menutup firmanNya, artinya sebelum tahun 95 ketika rasul Yohanes menulis Wahyu 22:21.
Allah telah memberikan manusia firman tertulis yang standar, dokumen hitam di atas putih, yang tidak ada salah, yang berisikan pengajaran moral yang tertinggi. Kalau ada Allah, dan kalau Ia adalah Allah yang berhikmat, maka tidak mungkin Ia tidak menuliskan dan membatasi firmanNya. Sebab, jika tidak ada batasan tentang yang mana firmanNya, maka itu sama dengan tidak ada firman Allah, atau tidak ada Allah.
Pikirkanlah sobat, masuk sorga itu penting, bahkan yang terpenting. Maukah malam ini anda menyatakan kepada Allah bahwa mulai malam ini anda mau percaya bahwa hanya Alkitab saja firman Allah, dan percaya hanya kepada Alkitab saja? Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar