Gulungan di Laut Mati (Dead Sea Scroll)
Pada tahun 1947 dunia kekristenan dikejutkan dengan ditemukannya Dead Sea Scroll (DSS). Seorang bocah Baduin yang berusaha mencari dombanya yang hilang tanpa sengaja memasuki gua di Wadi Qumran, sebelah Barat Daya laut Mati. Di dalam gua yang gelap, ia tersandung pada gulungan benda yang panjangnya 2 kaki dan tebalnya 10 inci. Para gembala itu menjualnya ke toko antik di Bethlehem yang membeli beberapa gulung, dan seorang Archbishop dari gereja Orthodox Syria membeli sisanya. Beberapa orang ahli menelitinya dan menyimpulkan bahwa itu tidak ada nilainya. Tetapi E.L Sukenik, dari Hebrew University di Yerusalem, mengenal keunikan gulungan itu dan membeli tiga gulungan. Gulungan lain dibawa ke American School of Oriental Research, diteliti oleh J.C Trever dan W.F. Albright, seorang arkeolog Alkitab, akhirnya pada tahun 1948 menyadari bahwa itu adalah gulungan kitab-kitab PL.
Pada akhit tahun 1951 kembali di sekitar gua-gua laut Mati, yaitu di gua Wadi Murabba’at ditemukan lagi gulungan-gulungan lain diantaranya juga terdapat gulungan Teks masoretik. Pada tahun 1952 dilakukan eksplorasi yang lebih intensif dan di gua yang terletak di sebelah Barat Khirbet Qumran ditemukan hampir keseluruhan kitab PL kecuali kitab Ester.
Adapun isi dari manuscripts (MSS) yang ditemukan di Qumran itu ada sebagian yang berbeda dari Teks masoretik namun sama dengan Septuaginta (LXX). Tetapi lebih banyak kesamaannya dengan Teks Masoretik daripada LXX. Kelihatannya MSS yang ditemukan di Qumran itu adalah teks yang dipergunakan oleh pribadi, bukan yang dipergunakan di Sinagoge, karena ada banyak catatan pinggir, dan naskah tua yang diperkirakan sebelum Kristus, ternyata ada tambahan huruf hidup (vokal). Kita tahu bahwa naskah bahasa Ibrani sebelum para Baly ha-Masoret memasangkan huruf hidup (vokal) naskah resmi yang dipakai di Bait Allah dan sinagoge itu hanya terdiri dari huruf mati (konsonan) saja. Jadi kalau ada naskah sebelumnya yang terdapat selipan huruf hidup adalah naskah pribadi yang dipakai di keluarga. Biasanya karena anak-anak mereka belum terbiasa membaca tanpa huruf hidup, maka orang tua mereka membantu dengan menambahi huruf hidup bagi mereka.
Kalangan Liberal menjadi kalang kabut dengan ditemukannya Dead Sea Scroll (DSS), namun sebagian mereka menjadikannya dasar untuk membangun Critical Texts (Teks Pengritik) untuk mendiskreditkan Teks Masoretik. Tetapi kalangan Fundamental tetap yakin bahwa Teks Masoretik (MT) adalah teks terpercaya karena bukan hanya telah dikerjakan dengan sangat hati-hati, bahkan sumber landasannya adalah naskah resmi yang dipakai di sinagoge-sinagoge, bukan naskah pribadi yang telah banyak penambahan dan pengurangan. Kita bisa memahami kalau sesuatu itu milik pribadi maka bisa ditambah dan dikurangi seperti yang kita lakukan terhadap Alkitab kita hari ini, dimana kita membuat catatan di pinggir dan menandainya dan lain sebagainya.
Alkitab Bahasa Asli PB
Di dunia ini tidak ada tulisan yang lebih terpelihara daripada naskah-naskah kitab PB. Allah memelihara naskah-naskah itu melalui orang-orang percaya yang menyayangi naskah itu sehingga mereka berusaha memilikinya dengan memperbanyaknya. Dengan cara diperbanyak, maka Iblis tidak dapat memusnahkannya, dan sekaligus untuk menjaga keotentikannya karena di kemudian hari kita dapat membanding-bandingkannya.
Kini telah tersimpan kurang lebih 3 ribu copy naskah PB tulisan tangan dalam bahasa Yunani dalam bentuk fragment dan 2 ribu copy dalam bentuk penjelasan (telah ditambahkan berbagai penjelasan) untuk kebutuhan pembacaan tiap hari, 8 ribu manuscript dalam bahasa Latin, dan sekitar 2 ribu terjemahan versi kuno. Tersedianya naskah-naskah kuno itu telah menjamin sehingga pekerjaan mengedit sebuah kitab PB ke dalam bentuk buku setelah kertas dan alat cetak ditemukan itu dapat dilakukan. Allah telah memeliharanya dengan cara memperbanyak dan menyimpannya hingga manusia dapat menjilidnya menjadi sebuah kitab pada saat manusia telah menemukan alat cetak dan kertas.
Sesungguhnya naskah-naskah PB dalam bahasa Yunani telah tersebar kemana-mana. Sesudah abad ketiga kelihatannya bahasa Latin menjadi bahasa yang cukup penting, terutama disebabkan karena pemerintahan Roma telah berlangsung cukup lama. Pada saat itu menurut Agustinus, hampir setiap orang yang tahu 2 bahasa, yaitu Yunani dan Latin, berusaha menerjemahkan kitab-kitab PB walaupun tidak lengkap. Itulah sebabnya kini terdapat sekitar 8 ribu naskah kuno kitab PB dalam bahasa Latin. Secara resmi pada tahun 382, Paus Damasus menunjuk Jerome untuk menerjemahkan atau sebenarnya mengedit terjemahan-terjemahan tidak resmi terhadap 4 Injil. Hasil revisi yang dikerjakan oleh Jerome itu kemudian dikenal dengan Vulgate yang dalam bahasa Latin itu berarti ‘umum,’ mungkin maksudnya dipakai untuk umum. Versi Vulgate dipakai secara resmi oleh Gereja Katolik ratusan bahkan ribuan tahun.
Buku tertua dalam cetakan ialah buku dalam tulisan Tionghoa Diamond Sutra, yang dicetak pada tahun 868 dengan alat cetak kayu. Pada abad ke-11 orang Tionghoa meningkatkan penciptaan alat cetak bergerak dengan tanah liat. Namun apa yang telah dicapai di China tidak ada hubungannya dengan penemuan alat cetak di Eropa. Johannes Gutenberg adalah orang pertama yang menemukan alat cetak pada tahun 1440 di benua Eropa.
Buku pertama yang dicetak oleh percetakan Gutenberg ialah Alkitab versi Vulgate yang cakap dalam ukuran folio, yang selesai pada tahun 1456, yang terkenal dengan sebutan Gutenberg Bible.
Pada tahun 1502, persiapan pencetakan Alkitab bahasa Yunani dimulai dibawah pimpinan Kardinal Ximenes dari Spanyol. Kitab PB dicetak paralel 3 bahasa, yaitu Latin, Ibrani, dan Yunani LXX. Proyek ini dilakukan di kota Alcala yang dalam bahasa Latin disebut Complutum sehingga Alkitab itu disebut Complutensian Polyglot. PB selesai pada tahun 1514 dan PL selesai 1517, namun belum pernah beredar karena pada tahun 1520 baru diterima oleh Paus dan pada tahun 1522 baru dipublikasikan.
Sementara itu pada tahun 1515 seorang ahli bahasa yang bernama Desiderius Erasmus berusaha mengedit kitab PB dalam bahasa Yunani dengan mendasarkannya pada lima manuscript tradisional yang tersimpan di Basel dan menerbitkannya pada bulan Maret tahun 1516. Dengan demikian maka kitab PB bahasa Yunani yang pertama dicetak adalah Complutension Polyglots sedangkan yang pertama terbit dan beredar di masyarakat adalah edisi Desiderius Erasmus. Tidak dapat dipungkiri bahwa kitab PB ini telah memungkinkan Martin Luther menyadari kesalahan Gereja Katolik, demikian juga dengan Bapak-bapak Reformasi yang lain.
Sangat disayangkan karena naskah yang dimiliki oleh Erasmus itu ternyata 6 ayat terakhir dari kitab Wahyu telah hilang sehingga ia menerjemahkannya sendiri dari Vulgate ke bahasa Yunani. Namun kemudian setelah ia mendapatkan naskah yang memiliki 6 ayat terakhir kitab Wahyu masih utuh, ia memperbaikinya pada edisi ke-2. Kemudian setelah melihat Manuscript Codex 61 Erasmus memasukkan 1 Yoh 5:7,8 yang dikalangan teolog disebut Johannen Coma. Dan Luther menerjemahkan edisi ke-2 yang terbit 1519 dan yang telah disempurnakan ini ke dalam bahasa Jerman. Penyempurnaan demi penyempurnaan dilakukan setelah melihat naskah-naskah kuno dan membanding-bandingkannya dengan Polyglot sehingga keseluruhannya Erasmus menerbitkan 5 edisi. Ingat, dalam tiap perbaikan itu tidak ada penambahan atau pengurangan firman Tuhan, melainkan memeriksa hasil karyanya dan membandingkannya dengan naskah-naskah yang jumlahnya sekitar 3 ribu naskah kuno.
Rupanya menurut Robert Estienne (yang lebih dikenal dengan Stephanus), hasil kerja Erasmus masih perlu diperbagus lagi. Ia menerbitkan 4 edisi berturut-turut tahun 1546, 1549, 1550, 1551, yang tiap edisinya terdapat perbaikan-perbaikan yang tidak terlalu berarti, seperti penambahan judul perikop dan lain-lain. Edisi ke-3 (1550) dari Stephanus ini dikenal dengan sebutan Royal Edition (Edition Regia). Edisi ke-4 terbit tahun 1551 dengan dilengkapi pasal dan ayat sebagaimana kita pakai hari ini. Kita patut berterima kasih kepada Stephanus yang telah menolong kita agar lebih gampang mencari bagian firman Tuhan yang kita inginkan. Bayangkan kalau tidak ada pasal dan ayat, pasti kita akan mengalami banyak kesulitan.
Theodore Beza, seorang yang tersohor di kalangan Prostestan, juga menerbitkan kitab PB bahasa asli dalam ukuran folio dengan memakai teks Stephanus sebagai dasar. Ketenaran Theodore Beza turut mempopulerkan teks Erasmus dan Stephanus yang dipakainya sebagai dasar sehingga kalangan reformasi memakai teks mereka sedangkan kalangan Katolik memakai Polyglot.
Keluarga Elzevir, pemilik penerbit berbagai buku klasik, ikut juga meramaikan penerbitan kitab PB bahasa asli yang sangat digemari masyarakat yang baru mengalami reformasi itu. Pada edisi ke-2 terbitannya tercantum tulisan ”Kini anda memiliki teks yang telah diterima oleh semua kalangan, yang didalamnya tidak ada penambahan maupun kesalahan.”
Akhirnya ungkapan Received Text atau Textum Receptum yang biasa disingkat TR, menjadi nama dari teks yang pertama diedit oleh Desiderius Erasmus, diperlengkapi dan diperindah oleh Stephanus, dipromosikan Theodore Beza dan keluarga Elzevir, diberikan kepada teks yang diterima dan dipakai di kalangan orang-orang percaya yang telah dilahirbarukan di dalam Tuhan. Teks ini kemudian diterjemahkan ke berbagai bahasa termasuk ke dalam bahasa Inggris, King James Version (KJV), yang diterjemahkan pada tahun 1611 atas perintah raja Inggris yang bernama James dan dikerjakan oleh lebih dari 50 ahli bahasa. Teks yang mereka pakai sebagai dasar ialah Teks Stephanus edisi 3 dan 4 dan edisi Beza terbitan 1598.
Masyarakat, terutama orang-orang yang telah lahir baru, sangat bersukcaita atas tersedianya kitab suci dalam bentuk cetakan bahkan dalam bahasa mereka yang dapat mereka miliki secara pribadi dengan harga yang relatif lebih murah dari sebelumnya. Sebelumnya harga sebuah Alkitab tulisan tangan yang rapi itu sama dengan harga sebuah gedung berlantai dua di dekat London Bridge. Terkutuklah orang yang tidak menghargai firman Tuhan yang ada ditangannya hari ini.
Pada tahun 1947 dunia kekristenan dikejutkan dengan ditemukannya Dead Sea Scroll (DSS). Seorang bocah Baduin yang berusaha mencari dombanya yang hilang tanpa sengaja memasuki gua di Wadi Qumran, sebelah Barat Daya laut Mati. Di dalam gua yang gelap, ia tersandung pada gulungan benda yang panjangnya 2 kaki dan tebalnya 10 inci. Para gembala itu menjualnya ke toko antik di Bethlehem yang membeli beberapa gulung, dan seorang Archbishop dari gereja Orthodox Syria membeli sisanya. Beberapa orang ahli menelitinya dan menyimpulkan bahwa itu tidak ada nilainya. Tetapi E.L Sukenik, dari Hebrew University di Yerusalem, mengenal keunikan gulungan itu dan membeli tiga gulungan. Gulungan lain dibawa ke American School of Oriental Research, diteliti oleh J.C Trever dan W.F. Albright, seorang arkeolog Alkitab, akhirnya pada tahun 1948 menyadari bahwa itu adalah gulungan kitab-kitab PL.
Pada akhit tahun 1951 kembali di sekitar gua-gua laut Mati, yaitu di gua Wadi Murabba’at ditemukan lagi gulungan-gulungan lain diantaranya juga terdapat gulungan Teks masoretik. Pada tahun 1952 dilakukan eksplorasi yang lebih intensif dan di gua yang terletak di sebelah Barat Khirbet Qumran ditemukan hampir keseluruhan kitab PL kecuali kitab Ester.
Adapun isi dari manuscripts (MSS) yang ditemukan di Qumran itu ada sebagian yang berbeda dari Teks masoretik namun sama dengan Septuaginta (LXX). Tetapi lebih banyak kesamaannya dengan Teks Masoretik daripada LXX. Kelihatannya MSS yang ditemukan di Qumran itu adalah teks yang dipergunakan oleh pribadi, bukan yang dipergunakan di Sinagoge, karena ada banyak catatan pinggir, dan naskah tua yang diperkirakan sebelum Kristus, ternyata ada tambahan huruf hidup (vokal). Kita tahu bahwa naskah bahasa Ibrani sebelum para Baly ha-Masoret memasangkan huruf hidup (vokal) naskah resmi yang dipakai di Bait Allah dan sinagoge itu hanya terdiri dari huruf mati (konsonan) saja. Jadi kalau ada naskah sebelumnya yang terdapat selipan huruf hidup adalah naskah pribadi yang dipakai di keluarga. Biasanya karena anak-anak mereka belum terbiasa membaca tanpa huruf hidup, maka orang tua mereka membantu dengan menambahi huruf hidup bagi mereka.
Kalangan Liberal menjadi kalang kabut dengan ditemukannya Dead Sea Scroll (DSS), namun sebagian mereka menjadikannya dasar untuk membangun Critical Texts (Teks Pengritik) untuk mendiskreditkan Teks Masoretik. Tetapi kalangan Fundamental tetap yakin bahwa Teks Masoretik (MT) adalah teks terpercaya karena bukan hanya telah dikerjakan dengan sangat hati-hati, bahkan sumber landasannya adalah naskah resmi yang dipakai di sinagoge-sinagoge, bukan naskah pribadi yang telah banyak penambahan dan pengurangan. Kita bisa memahami kalau sesuatu itu milik pribadi maka bisa ditambah dan dikurangi seperti yang kita lakukan terhadap Alkitab kita hari ini, dimana kita membuat catatan di pinggir dan menandainya dan lain sebagainya.
Alkitab Bahasa Asli PB
Di dunia ini tidak ada tulisan yang lebih terpelihara daripada naskah-naskah kitab PB. Allah memelihara naskah-naskah itu melalui orang-orang percaya yang menyayangi naskah itu sehingga mereka berusaha memilikinya dengan memperbanyaknya. Dengan cara diperbanyak, maka Iblis tidak dapat memusnahkannya, dan sekaligus untuk menjaga keotentikannya karena di kemudian hari kita dapat membanding-bandingkannya.
Kini telah tersimpan kurang lebih 3 ribu copy naskah PB tulisan tangan dalam bahasa Yunani dalam bentuk fragment dan 2 ribu copy dalam bentuk penjelasan (telah ditambahkan berbagai penjelasan) untuk kebutuhan pembacaan tiap hari, 8 ribu manuscript dalam bahasa Latin, dan sekitar 2 ribu terjemahan versi kuno. Tersedianya naskah-naskah kuno itu telah menjamin sehingga pekerjaan mengedit sebuah kitab PB ke dalam bentuk buku setelah kertas dan alat cetak ditemukan itu dapat dilakukan. Allah telah memeliharanya dengan cara memperbanyak dan menyimpannya hingga manusia dapat menjilidnya menjadi sebuah kitab pada saat manusia telah menemukan alat cetak dan kertas.
Sesungguhnya naskah-naskah PB dalam bahasa Yunani telah tersebar kemana-mana. Sesudah abad ketiga kelihatannya bahasa Latin menjadi bahasa yang cukup penting, terutama disebabkan karena pemerintahan Roma telah berlangsung cukup lama. Pada saat itu menurut Agustinus, hampir setiap orang yang tahu 2 bahasa, yaitu Yunani dan Latin, berusaha menerjemahkan kitab-kitab PB walaupun tidak lengkap. Itulah sebabnya kini terdapat sekitar 8 ribu naskah kuno kitab PB dalam bahasa Latin. Secara resmi pada tahun 382, Paus Damasus menunjuk Jerome untuk menerjemahkan atau sebenarnya mengedit terjemahan-terjemahan tidak resmi terhadap 4 Injil. Hasil revisi yang dikerjakan oleh Jerome itu kemudian dikenal dengan Vulgate yang dalam bahasa Latin itu berarti ‘umum,’ mungkin maksudnya dipakai untuk umum. Versi Vulgate dipakai secara resmi oleh Gereja Katolik ratusan bahkan ribuan tahun.
Buku tertua dalam cetakan ialah buku dalam tulisan Tionghoa Diamond Sutra, yang dicetak pada tahun 868 dengan alat cetak kayu. Pada abad ke-11 orang Tionghoa meningkatkan penciptaan alat cetak bergerak dengan tanah liat. Namun apa yang telah dicapai di China tidak ada hubungannya dengan penemuan alat cetak di Eropa. Johannes Gutenberg adalah orang pertama yang menemukan alat cetak pada tahun 1440 di benua Eropa.
Buku pertama yang dicetak oleh percetakan Gutenberg ialah Alkitab versi Vulgate yang cakap dalam ukuran folio, yang selesai pada tahun 1456, yang terkenal dengan sebutan Gutenberg Bible.
Pada tahun 1502, persiapan pencetakan Alkitab bahasa Yunani dimulai dibawah pimpinan Kardinal Ximenes dari Spanyol. Kitab PB dicetak paralel 3 bahasa, yaitu Latin, Ibrani, dan Yunani LXX. Proyek ini dilakukan di kota Alcala yang dalam bahasa Latin disebut Complutum sehingga Alkitab itu disebut Complutensian Polyglot. PB selesai pada tahun 1514 dan PL selesai 1517, namun belum pernah beredar karena pada tahun 1520 baru diterima oleh Paus dan pada tahun 1522 baru dipublikasikan.
Sementara itu pada tahun 1515 seorang ahli bahasa yang bernama Desiderius Erasmus berusaha mengedit kitab PB dalam bahasa Yunani dengan mendasarkannya pada lima manuscript tradisional yang tersimpan di Basel dan menerbitkannya pada bulan Maret tahun 1516. Dengan demikian maka kitab PB bahasa Yunani yang pertama dicetak adalah Complutension Polyglots sedangkan yang pertama terbit dan beredar di masyarakat adalah edisi Desiderius Erasmus. Tidak dapat dipungkiri bahwa kitab PB ini telah memungkinkan Martin Luther menyadari kesalahan Gereja Katolik, demikian juga dengan Bapak-bapak Reformasi yang lain.
Sangat disayangkan karena naskah yang dimiliki oleh Erasmus itu ternyata 6 ayat terakhir dari kitab Wahyu telah hilang sehingga ia menerjemahkannya sendiri dari Vulgate ke bahasa Yunani. Namun kemudian setelah ia mendapatkan naskah yang memiliki 6 ayat terakhir kitab Wahyu masih utuh, ia memperbaikinya pada edisi ke-2. Kemudian setelah melihat Manuscript Codex 61 Erasmus memasukkan 1 Yoh 5:7,8 yang dikalangan teolog disebut Johannen Coma. Dan Luther menerjemahkan edisi ke-2 yang terbit 1519 dan yang telah disempurnakan ini ke dalam bahasa Jerman. Penyempurnaan demi penyempurnaan dilakukan setelah melihat naskah-naskah kuno dan membanding-bandingkannya dengan Polyglot sehingga keseluruhannya Erasmus menerbitkan 5 edisi. Ingat, dalam tiap perbaikan itu tidak ada penambahan atau pengurangan firman Tuhan, melainkan memeriksa hasil karyanya dan membandingkannya dengan naskah-naskah yang jumlahnya sekitar 3 ribu naskah kuno.
Rupanya menurut Robert Estienne (yang lebih dikenal dengan Stephanus), hasil kerja Erasmus masih perlu diperbagus lagi. Ia menerbitkan 4 edisi berturut-turut tahun 1546, 1549, 1550, 1551, yang tiap edisinya terdapat perbaikan-perbaikan yang tidak terlalu berarti, seperti penambahan judul perikop dan lain-lain. Edisi ke-3 (1550) dari Stephanus ini dikenal dengan sebutan Royal Edition (Edition Regia). Edisi ke-4 terbit tahun 1551 dengan dilengkapi pasal dan ayat sebagaimana kita pakai hari ini. Kita patut berterima kasih kepada Stephanus yang telah menolong kita agar lebih gampang mencari bagian firman Tuhan yang kita inginkan. Bayangkan kalau tidak ada pasal dan ayat, pasti kita akan mengalami banyak kesulitan.
Theodore Beza, seorang yang tersohor di kalangan Prostestan, juga menerbitkan kitab PB bahasa asli dalam ukuran folio dengan memakai teks Stephanus sebagai dasar. Ketenaran Theodore Beza turut mempopulerkan teks Erasmus dan Stephanus yang dipakainya sebagai dasar sehingga kalangan reformasi memakai teks mereka sedangkan kalangan Katolik memakai Polyglot.
Keluarga Elzevir, pemilik penerbit berbagai buku klasik, ikut juga meramaikan penerbitan kitab PB bahasa asli yang sangat digemari masyarakat yang baru mengalami reformasi itu. Pada edisi ke-2 terbitannya tercantum tulisan ”Kini anda memiliki teks yang telah diterima oleh semua kalangan, yang didalamnya tidak ada penambahan maupun kesalahan.”
Akhirnya ungkapan Received Text atau Textum Receptum yang biasa disingkat TR, menjadi nama dari teks yang pertama diedit oleh Desiderius Erasmus, diperlengkapi dan diperindah oleh Stephanus, dipromosikan Theodore Beza dan keluarga Elzevir, diberikan kepada teks yang diterima dan dipakai di kalangan orang-orang percaya yang telah dilahirbarukan di dalam Tuhan. Teks ini kemudian diterjemahkan ke berbagai bahasa termasuk ke dalam bahasa Inggris, King James Version (KJV), yang diterjemahkan pada tahun 1611 atas perintah raja Inggris yang bernama James dan dikerjakan oleh lebih dari 50 ahli bahasa. Teks yang mereka pakai sebagai dasar ialah Teks Stephanus edisi 3 dan 4 dan edisi Beza terbitan 1598.
Masyarakat, terutama orang-orang yang telah lahir baru, sangat bersukcaita atas tersedianya kitab suci dalam bentuk cetakan bahkan dalam bahasa mereka yang dapat mereka miliki secara pribadi dengan harga yang relatif lebih murah dari sebelumnya. Sebelumnya harga sebuah Alkitab tulisan tangan yang rapi itu sama dengan harga sebuah gedung berlantai dua di dekat London Bridge. Terkutuklah orang yang tidak menghargai firman Tuhan yang ada ditangannya hari ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar