Sabtu, Februari 12, 2011

Perjanjian Baru Ditulis Dalam Bahasa Yunani

Menulis artikel ini membuat saya merasa sedang beating the dead horse. yang artinya, melakukan sesuatu yang tidak perlu dilakukan lagi.” Toh, semua orang yang pernah belajar theologi sudah tahu bahwa Perjanjian Baru kita ditulis dalam bahasa Yunani, bukan? Mengapa perlu ada artikel khusus di Pedang Roh mengenai hal ini?

Terus terang, saya juga tadinya tidak menyangka bahwa ada orang yang akan dengan beraninya berkata bahwa Perjanjian Baru bukan ditulis dalam bahasa Yunani. Dan hal ini dilakukan tanpa bukti yang jelas! Lalu saya bertemu dengan kelompok yang saya sebut “kelompok harus pakai YAHWEH.”

Kelompok ini terdiri dari orang-orang yang sangat antusias untuk menyebarkan pengajaran mereka, yaitu bahwa orang Kristen harus selalu menyebut-nyebut nama YHWH dan bahwa orang Kristen tidak boleh menggunakan istilah “Allah.” Bahkan, mereka cenderung pada posisi bahwa jika tidak mengenal nama YHWH, maka seseorang tidak diselamatkan. Nama Yesus saja tidak cukup menurut mereka.

Posisi mereka bahwa orang Kristen harus selalu menyebut-nyebut YHWH, sungguh lemah jika ditilik dari bukti-bukti Alkitab. Salah satu hal yang paling menonjol adalah bahwa Perjanjian Baru sendiri sama sekali tidak mengandung kata “YHWH.” Ini wajar saja, karena “YHWH” adalah bahasa Ibrani, sedangkan Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani. Untuk mengacu kepada“Allah,” Perjanjian Baru memakai kata“theos,” dan untuk mengacu kepada “Tuhan,” para Rasul menuliskan kata “kurios.” Jika sedang mengutip suatu perikop Perjanjian Lama yang mengandung kata “YHWH,” maka para penulis Perjanjian Baru memakai kata “kurios” sebagai gantinya. Tentu saja fakta ini sangat bertentangan dengan teori kelompok di atas, yang mengharuskan orang Kristen hari ini menyebut-nyebut YHWH, dan yang bahkan mengharuskannya untuk keselamatan.

Untuk menolong teori mereka yang sudah bagaikan kapal kena torpedo itu, mereka mengusung teori lain lagi: bahwa Perjanjian Baru sebenarnya ditulis dalam bahasa Ibrani. Pertama kali saya mendengar hal ini, saya berpikir bahwa mereka bercanda. Tetapi ternyata mereka serius! Mereka berkata bahwa teks Yunani yang kita pegang hari ini, justru itu adalah terjemahan! Beberapa di antara mereka akhirnya berkompromi dengan berkata bahwa “sebagian Perjanjian Baru” ditulis dalam bahasa Ibrani. Tetapi yang mana yang ditulis dalam bahasa Ibrani, dan yang mana dalam Yunani, tidak dapat dijelaskan dengan tegas oleh mereka.

Nah, untuk itu, saya akan memaparkan di sini, bukti-bukti bahwa Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani, bukan Ibrani:

A. Bukti Manuskrip
Manuskrip-manuskrip Alkitab bahasa asli yang kita miliki adalah dalam bahasa Yunani. Sebaliknya, tidak ada manuskrip bahasa asli dalam bahasa Ibrani. Alkitab bahasa Ibrani yang sering dijadikan bukti oleh kelompok “salah-mengerti-YHWH,” antara lain adalah Alkitab Du Tillet, Shem Tov, dan lainnya, baru ditemukan abad ke-15 atau 16. Jelas bahwa Alkitab Du Tillet adalah terjemahan, dan bukan aslinya.

Ada pada kita lebih dari 5000 manuskrip bahasa Yunani. Sebagian dari manuskrip-manuskrip ini dalam bentuk papirus, dan ditulis pada abad kedua, antara tahun 100-150 M. Kita bahkan memiliki manuskrip Alkitab yang lengkap atau hampir lengkap, dalam bahasa Yunani, yang berasal dari abad keempat dalam bentuk vellum (dari kulit binatang).

Sebaliknya, ada berapakah manuskrip Perjanjian Baru dalam bahasa Ibrani? Nol! Ya, benar sekali, tidak ada manuskrip Perjanjian Baru dalam bahasa Ibrani. Hal ini sangat menyolok, karena bahkan ada ribuan manuskrip dalam bahasa Latin yang juga adalah terjemahan. Sebenarnya, para pendukung kelompok YHWH pun mengakui bahwa tidak ada manuskrip Ibrani yang ditemukan. Lalu atas dasar apa mereka percaya bahwa PB ditulis dalam Ibrani? Iman salah arah yang buta yang didukung oleh argumen-argumen konyol. Sebagai contoh, mereka berargumen, bahwa karena Tuhan Yesus dan murid-muridNya adalah orang Yahudi, maka mereka seharusnya berbicara dalam bahasa Ibrani, dan menulis dalam bahasa Ibrani. Ini adalah argumen yang konyol, karena mengambil kesimpulan terlalu jauh. Memang Tuhan Yesus dan para Rasul adalah orang Israel, tetapi belum tentu mereka berbicara Ibrani sehari-hari. Riset menunjukkan bahwa orang Yahudi zaman itu menggunakan Aram sebagai bahasa sehari-hari. Lebih lanjut lagi, tidak peduli mereka berbicara dalam bahasa apa sehari-harinya, yang jelas kata-kata yang mereka tulis itu dalam bahasa Yunani. Itu yang penting!

B. Bukti Internal
Perjanjian Baru sendiri membuktikan dirinya ditulis dalam bahasa Yunani. Kita bisa melihat ini dari fakta bahwa Perjanjian Baru sebagian besarnya ditulis kepada orang orang non-Yahudi. Kalaupun dapat dibuktikan para Rasul berbicara dalam bahasa Ibrani setiap hari, ini sama sekali tidak membuktikan bahwa mereka menuliskan PB dalam bahasa Ibrani itu. Saya sebagai orang Indonesia bisa saja menulis surat dalam bahasa Inggris atau bahasa lain yang saya kuasai, jika memang target audience saya memerlukan bahasa itu.

Surat-surat Paulus ditujukan kepada jemaat-jemaat di wilayah non-Yahudi. Petrus, sekalipun menulis kepada orang-orang Yahudi, toh menulis kepada diaspora (1 Pet. 1:2), yaitu orang-orang Yahudi yang tersebar ke segala pelosok kerajaan Romawi, dan yang tentunya fasih berbahasa Yunani. Injil Lukas dan Kisah Para Rasul jelas ditujukan kepada Theofilus yang adalah non-Yahudi. Lukas sendiri adalah seorang non-Yahudi. Yohanes menulis kepada orang orang non-Yahudi, terbukti dari cara dia menyebut “orang Yahudi” dalam Injilnya(Yoh. 1:19; 12:9). Juga, cara Yohanes menjelaskan berbagai hal (misal permusuhan Yahudi dengan Samaria di Yoh. 4:9), mengindikasikan bahwa pembacanya tidak mengerti terlalu dalam intrik-intrik Yahudi. Dan jika mayoritas penerima PB adalah orang-orang non-Yahudi, maka tidak mengherankan jika PB ditulis dalam bahasa Yunani, terlepas dari apakah para Rasul berbahasa Ibrani sehari-hari atau tidak.

Bukti yang kuat lainnya adalah banyaknya penerjemahan dari bahasa Ibrani/Aram ke dalam bahasa Yunani di dalam Perjanjian Baru. Saya akan berikan satu contoh saja: “Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel yang berarti: Allah menyertai kita” (Mat. 1:23). “Imanuel” adalah bahasa Ibrani. Kalau kitab Matius ditulis dalam bahasa Ibrani, maka tidak mungkin ada penerje-mahan “yang berarti: Allah menyertai kita.” Adanya penerjemahan memberitahu kita bahwa kitab Matius ditulis dalam bahasa yang lain dari bahasa kata “Imanuel” itu. Matius 1:23 ini adalah kutipan dari kitab Yesaya 7:14. Dalam kitab Yesaya tidak ada penerjemahan, karena Yesaya ditulis dalam bahasa Ibrani, yang adalah sama dengan bahasa kata “Imanuel.” Jadi jelas, bahwa secara internal, Perjanjian Baru memperlihatkan bahwa ia ditulis dalam bahasa Yunani, bukan Ibrani.

C. Bukti Sejarah
Jika Perjanjian Baru memang ditulis dalam bahasa Ibrani, pastinya tokoh-tokoh awal kekristenan (yang lazim disebut “Bapa-bapa gereja”) mengetahuinya. Tentunya mereka akan menyatakan hal itu dalam tulisan-tulisan mereka. Pada kenyataannya, tidak ada tokoh kekristenan yang mengutarakan bahwa Perjanjian Baru di tulis dalam bahasa Ibrani.

Perjanjian Baru adalah kitab yang paling banyak dikutip. Ada ribuan karya tokoh-tokoh awal kekristenan yang mengutip Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani. Dalam setiap kesempatan itu, kalau memang PB aslinya dalam bahasa Ibrani, semestinya pengutip bisa memberitahu fakta itu kepada kita. Tetapi tidak demikian, semua tokoh-tokoh awal kekristenan yang mengutip PB dalam bahasa Yunani menganggapnya sebagai bahasa asli PB.

Mungkin para pendukung “PB-Ibrani” akan menunjuk kepada Injil Matius, yang menurut beberapa kutipan-kutipan Eusebius (Eusebius mengutip Papias), ditulis dalam bahasa Ibrani. Namun demikian, tidak ada manuskrip Ibrani Injil Matius yang sampai pada kita. Sudah disinggung sebelumnya, bahwa yang terdekat yang kita miliki adalah kitab Matius dalam Alkitab Du Tillet dan Shem-Tov, yang berasal dari abad pertengahan. Oleh karena itu, jelaslah bahwa yang dipelihara Tuhan adalah manuskrip Yunaninya. Kesimpulannya adalah bahwa Matius menulis Injilnya dalam bahasa Yunani, dan itu dipelihara oleh Tuhan. Masalah apakah dia memang ada menuliskan versi Ibrani juga atau tidak, itu tidak relevan. Yang jelas, yang dipelihara oleh Tuhan, dan yang adalah Firman Tuhan yang otoritatif adalah yang bahasa Yunani sebagaimana yang kita miliki.

Kesimpulan
Setelah menyinggung secara singkat bukti-bukti di atas, saya ingin menekankan betapa berbahayanya pengajaran sesat bahwa PB ditulis dalam Ibrani. Walau tampaknya perdebatan ini tidak akan berpengaruh kepada orang Kristen awam, tetapi sebenarnya efeknya sangat luas, bahkan bisa menghancurkan kekristenan itu sendiri.

Seluruh kekristenan didirikan atas dasar Alkitab. Semua yang kita ketahui tentang Yesus, keselamatan, Allah, gereja, sejarah Israel, semua itu dari Alkitab. Jika Alkitab tidak dapat dipercaya, maka iman kekristenan runtuh.

Iblis sudah sejak lama menyerang Alkitab. Ia menyerang Alkitab dari sisi Ilmu Pengetahuan, seolah-olah Alkitab banyak salah dibandingkan para ilmuwan. Ia menyerang Alkitab dengan mencoba memasukkan tulisan-tulisan Apokripa. Ia memakai orang-orang yang meragukan otentisitas Alkitab. Nah, gerakan yang mengatakan bahwa PB ditulis dalam bahasa Ibrani, adalah bentuk baru serangan Iblis.

Bayangkan jika PB benar-benar ditulis dalam bahasa Ibrani. Maka manuskrip Yunani yang menjadi pegangan kita selama ini bukanlah aslinya, melainkan terjemahan belaka. Sebagai terjemahan, tentunya bisa saja terdapat banyak salah terjemah. Sedangkan di manakah manuskrip Ibrani yang asli? Ternyata tidak ada satu pun! Para pendukung teori ini hanya terus berdoa agar “Tuhan mengungkapkan manuskrip-manuskrip Ibrani” yang mereka imani dengan buta. Padahal faktanya nol besar. Hasil akhir yang meraka akan capai adalah: Alkitab tidak dapat dipercaya, karena semua yang kita miliki hari ini adalah terjemahan, dan tidak dapat dibandingkan dengan aslinya. Kesimpulannya adalah Alkitab tidak dapat dipercaya 100%. Semoga pembaca melihat betapa berbahayanya gerakan ini.

Nah, jika Perjanjian Baru memang ditulis dalam bahasa Yunani, dan bukan Ibrani, maka ini membawa dampak kepada diskusi tentang pemakaian nama YHWH.

Pertama, kita lihat bahwa di zaman Perjanjian Baru ini, nama YHWH tidak mutlak untuk keselamatan, yang mutlak adalah nama Yesus (Kis. 4:12). Mengapa? Karena Yesus adalah YEHOWAH. YEHOWAH bukan hanya mengacu kepada Allah Bapa, melainkan kepada Tritunggal. Jadi, baik Bapa maupun Yesus, dan juga Roh Kudus, adalah YEHOWAH.

Memasuki zaman gereja lokal, Tuhan sengaja tidak lagi menonjolkan nama Yehovah, melainkan nama Yesus. Tidak ada salahnya bagi orang Kristen untuk tetap mengenang dan menggunakan nama Yehovah. Tetapi adalah kesalahan untuk mengharuskan pemakaian nama itu dalam setiap hal yang orang Kristen lakukan, apalagi untuk keselamatan. Alkitab (Perjanjian Baru) tidak mengharuskannya, jadi mengapa kita mengharuskannya?***

Bersyukur atas berdirinya GBIA GRAPHE. Sebuah kebenaran yang tidak dapat dipungkiri ialah tanpa GRAPHE tidak mungkin akan ada Tunas-tunas jemaat. Pepatah Tionghoa berkata, “minum air di hilir, harus selalu ingat sumbernya yang di hulu”.

Oleh Dr. Steven E. Liauw, Graphe International Theological Seminary (GITS), Jak-Ut
Sumber: Jurnal Teologi PEDANG ROH Edisi 61 Tahun XV, Oktober-November-Desember 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar