oleh: Pdt. Effendi Susanto, S.Th.
2 Kor. 2:12
Ketika aku tiba di Troas untuk memberitakan Injil Kristus, aku dapati, bahwa Tuhan telah membuka jalan untuk pekerjaan di sana.
2 Kor. 3:9
Sebab, jika pelayanan yang memimpin kepada penghukuman itu mulia, betapa lebih mulianya lagi pelayanan yang memimpin kepada pembenaran.
Unlike so many, we do not peddle the word of God for profit (2 Kor.2:17)
Di dalam hari ulang tahun Gereja kita ini (GRII Sydney, ed.) saya rindu kita melakukan satu self-critic kepada Gereja kita. Dan saya rindu khotbah ini sekaligus juga menjadi satu firman Tuhan yang boleh mencerahkan bagaimana seharusnya kita sebagai Gereja hidup dan bagaimana kita menjadi Gereja yang membuktikan kepada dunia ini. Inilah Gereja yang Tuhan inginkan.
Paulus menegur jemaat Korintus dengan surat yang begitu keras. He rebuked them. Bukan karena Paulus membenci mereka tetapi justru karena Paulus sangat mengasihi mereka. Tidak gampang untuk bisa menggabungkan antara teguran dengan kasih. Dalam hidup kita--terutama kepada anak-anak kita--sulit sekali kita bisa menggabungkan kedua hal itu. Karena yang sering kita lihat teguran adalah tanda benci, dan tidak pernah melihat teguran sebagai tanda kasih. Itu sebab di sini Paulus mencetuskan perasaannya dengan kalimat ini, ”Saya cemas, saya mencucurkan air mata, saya marah, saya menegurmu”.
Bukan Paulus ingin menyedihkan hati mereka. Bukan tandanya Paulus membenci mereka. Tetapi Paulus mengasihi mereka dengan kasih yang luar biasa besar. Kita sayang kepada Gereja, itu sebab kita perlu memberikan teguran, sekalipun teguran itu keras. saudara boleh menegur saudara seiman yang lain, bahkan memberi teguran itu kepada saya sebagai hamba Tuhan, bukan karena kita membenci orang tetapi karena kita sayang dan supaya Gereja Tuhan itu bertumbuh.
Tidak semua orang yang memakai label dan nama ”Kristen” itu adalah sungguh-sungguh menjadi model bagi Gereja Tuhan. Di ayat 17 Paulus berkata dengan hati yang keras dan marah sekaligus sedih, dia melihat ada orang-orang tertentu menjadi penyebab yang menimbulkan kesulitan di dalam jemaat Korintus dan dia terpaksa harus mengangkat orang-orang itu dan menegur motivasi mereka yang tidak benar. Hal ini tidak gampang, karena secara jumlah dan kuantitas jumlah orang tidak benar selalu jauh lebih banyak daripada orang yang benar. Ini kalimat Paulus, ”Kami tidak sama dengan banyak orang lain yang mencari keuntungan dari firman Tuhan. Satu-satunya kata yang dipakai di sini: ”mencari keuntungan.” Dari bahasa aslinya kata itu boleh diterjemahkan dengan kata ”orang yang menjajakan pelayanan.” Banyak orang yang seperti itu, kata Paulus.
Kita mesti mawas diri, apakah Gereja kita juga terjebak dan jatuh menjadi Gereja yang tidak tulus dan tidak jujur dan kita rindu untuk menjadi Gereja Tuhan yang baik. Kalau itu terjadi, kita harus rela melakukan self-critic ini. Kalau kita menyaksikan banyak pelayanan dari Gereja yang lain yang ”menjajakan Kristus” seperti ini, mari kita tegur. Kita tegur bukan karena kita benci mereka. Kita tegur karena kita tidak ingin orang lain akhirnya menghina Gereja Tuhan.
Tim Stevens menulis satu buku ”Pop Goes the Church” mengatakan, “Here’s the bottom line. The Christians message never changes, but methods must. Studies show spiritual hunger in the U.S. at an all-time high, but church-attendance at an all-time low and dropping. A lot of people feel church is irrelevant“ so it’s time to change”. Di Amerika, banyak orang yang haus rohaninya, tetapi jumlah orang yang ke gereja justru menurun. Kenapa? Dia menyimpulkan karena Gereja sudah tidak relevan lagi, itu sebab harus terjadi perubahan. Gereja harus relevan. Itu adalah motivasi yang ingin supaya orang lebih banyak datang ke Gereja, salah satu motivasi yang mulia. Tetapi kalau menggunakan dan menghalalkan segala cara demi supaya orang datang ke Gereja, akhirnya Gereja tidak lagi menjadi Gerejanya Tuhan, saya rasa itu tidak menjadi benar adanya. Bukan saja sekarang, tetapi di zaman Paulus dahulu orang sudah memperdagangkan Yesus. Ini kalimat Paulus, menjual-belikan firman Allah, sehingga Gereja menjadi Gereja yang seperti itu. Paulus berjuang menolak hal ini karena dia tahu apa artinya menjadi Gereja. Dia menangisi jemaat Korintus yang mengalami mixture antara pelayanan yang baik dengan motivasi yang tidak baik.
Ada dua macam kritik yang bisa datang kepada saudara dan saya. Satu, orang yang terus mengkritik karena orang itu membenci saudara. Tetapi yang kedua, teguran dan kritikan yang keras datang kepada kita mungkin itu adalah kritikan yang mengasihi kita. Pada zaman Reformasi, John Knox menegur ratu Inggris yang ingin menikah lagi. Ratu marah luar biasa, begitu benci dan ingin membunuh John Knox. Tetapi John Knox menegaskan dia menegur ratu karena kasih. Akhirnya beberapa hari kemudian ratu menyadari bahwa John Knox adalah seorang yang sungguh-sungguh hamba Tuhan. Orang yang lain tidak berani dan diam. Hanya John Knox yang berani menegur dia.
Inilah yang Paulus lakukan kepada jemaat Korintus supaya motivasinya tidak disalah-mengerti. Maka dia bilang dia menegur dengan mengeluarkan air mata karena dia amat mengasihi mereka. Saya juga ingin melalui kebaktian pagi ini kita tidak menjelek-jelekkan Gereja kita atau Gereja-gereja yang lain, tetapi kita ingin memanggil satu pelayanan yang sejati. Every Christian, whether he likes or not, is a letter for Jesus Christ. Do you really the letters of Jesus Christ to be read by others so they see and know who Jesus is? Kita adalah surat Kristus. Kemana-mana kita pergi, orang bisa membaca dan melihat siapakah Yesus Kristus melalui kita.
Bagaimana kita mendefinisikan di zaman modern ini, kalimat Paulus, ”banyak orang menjual-belikan firman Tuhan dengan hati yang tidak jujur dan maksud yang tidak murni ini?” Paulus mengatakan dengan terus terang, jangan menjadi orang Kristen yang menjajakan Injil, mencari keuntungan dari pelayanan. Karena itulah saya kemudian mencoba menelusuri apa yang sedang terjadi pada masa kini, yang ternyata sungguh memperlihatkan hal dan situasi yang sama dengan apa yang Paulus katakan ini. Dari Google, kata ”Merchandising Jesus” saya menemukan 220.000-an website mengenai hal ini. Dalam ”Ethical Atheist Ridiculous Religious Merchandise”, saya menemukan satu hal yang sangat menyedihkan dan memalukan. Website orang Atheist ini mengumpulkan semua items yang dijual oleh orang Kristen, segala macam barang yang hanya karena menuliskan nama Yesus atau segala macam simbol Kristen lalu akhirnya menjadi barang rohani. Patung-patung yang dijual seharga $20, Yesus bermain football dengan anak-anak, Yesus bermain baseball, Yesus ”slam-dunk” bola basket. Lalu ditulis kalimat di atasnya “To remind children that Jesus is with them always. Jesus is with us in everything we do, watching over us and involves in all of our activities.” Segala barang pernak-pernik, cangkir kopi, dll asal diberi nama Yesus, langsung jadi barang rohani. Semua ini dikumpulkan oleh orang ateis dengan satu tujuan, untuk menertawakan orang Kristen yang menggunakan nama Yesus yang jadi brand yang sama hebatnya dengan NIKE, Adidas dan brand-brand lain.
Banyak orang Kristen rohani mulai dari keset di depan pintu rumahnya, door-bellnya, vas bunganya, tekonya, semua ada ayat Alkitab dan simbol Kristen. Ada satu website Kristen yang concern dengan cara orang Kristen yang membisniskan nama Yesus. Saudara bisa buka alittleleaven.com. Di situ ada t-shirt yang bergambar Yesus bermain surfing di pantai. Yesus tidak pakai surf board karena Dia bisa berjalan di atas air. Lalu karena ada ayat “Yesus meneduhkan angina” dicetak, jadilah ini kipas angin Kristen. Ada majalah Kristen khusus bicara mengenai seks orang Kristen itu lebih bagus daripada seks orang lain. Saya tidak bisa mengerti darimana konsep itu datang. Ada paintball Kristen, main tembak-tembakan sambil bilang “haleluya.” Ada hammer Kristen, tinggal taruh gambar salib dan lambang ICHTHUS, jadilah dia hadiah yang perfect untuk Father’s Day. Rupert Murdoch membeli website Beliefnet bukan karena dia seorang devoted Christian, dia tahu ini pangsa pasar yang besar karena ada 35 juta orang Kristen memakainya.
Saya yakin kalau Paulus hari ini hidup, dia akan mengeluarkan kalimat teguran ini juga. Banyak orang Kristen membisniskan nama Yesus dan banyak Gereja membisniskan nama Yesus. Tidak salah kalau saudara membeli satu pigura bagus dengan gambar pemandangan dengan tulisan ”Tuhan adalah Gembalaku yang baik.” Tetapi yang saya rasa disebutkan membisniskan nama Yesus adalah orang itu sendiri tahu dengan membawa nama Yesus atau menuliskan ayat-ayat firman Tuhan, lalu itu mendatangkan keuntungan yang begitu besar bagi diri sendiri. Orang ateis sendiri tertawa geli dengan cara ini dan orang Kristen sendiri dengan naif membelinya dan merasa mereka sudah memberitakan nama Yesus bagi orang lain. Bagi saya, itu sudah mempermalukan nama Tuhan.
Seorang hamba Tuhan yang melayani di televisi di Amerika bernama Woody Martin di website-nya www.woodymartin.org memberi minyak urapan ”Blood of Jesus oil” secara gratis kepada orang yang membeli satu kerudung doa yang bertuliskan ayat-ayat dari PL dan PB. Di situ tertulis kalau saudara memakai kerudung doa ini maka doa saudara langsung sampai ke surga karena meng-cover doa PL dan PB. Dan harganya tidak murah, $100. Semua barang-barang yang dijual di toko Kristen, dari pena, pensil, cangkir, semuanya, kalau mau jujur harganya lebih mahal daripada barang yang punya kualitas sama. Orang Kristen pikir, tidak apa-apa sedikit lebih mahal, demi nama Yesus kita berkorban lebih banyak dan menguntungkan dompet banyak orang.
Kita harus memisahkan mana hal yang benar dan mana yang tidak benar di dalam kita menggunakan nama Yesus. Saya rasa kita harus kemudian mengangkat kalimat ini sekali lagi. Paulus ingin Gereja Tuhan bersih, jujur dan sungguh menjadi Gereja Tuhan. Dari hamba Tuhan yang melayani sampai kepada semua jemaat, kita jangan menjadi orang Kristen yang membisniskan nama Yesus.
Yang kedua, apa yang saya kategorikan dengan membisniskan nama Yesus? Ada satu Gereja di Amerika, Gringer Community Church yang pastornya Tim Stevens yang saya sebut tadi, karena ingin supaya Gereja itu menjadi relevan, ingin supaya orang banyak datang, lalu ia mengundang rock band Van Halen, yang notabene tidak percaya Tuhan untuk melayani memimpin kebaktian. Mick Huckabee, saudara tahu, ini adalah pendeta yang mencalonkan diri menjadi kandidat presiden Amerika dari partai Republik, melakukan satu tindakan yang salah kaprah dengan membuat kebaktian ”30-minute church service” dengan kalimat ”designed with you in mind. Your time is valuable.” Karena begitu banyak orang begitu sibuk maka dia membuat satu kebaktian yang singkat, nyanyi 10 menit, khotbah 15 menit, persembahan 5 menit, selesai. Your time is valuable. Kita menjadi orang Kristen yang membisniskan Yesus kalau kita beribadah bukan Tuhan lagi sentralnya. Kalau convenience, happiness, time, apa yang saya senang dan saya rasa baik buat saya, itu semua yang menjadi sentral, kita tidak datang beribadah menyembah Tuhan. Ibadah berarti orang Kristen berkumpul, memuji kemuliaan Tuhan. Ibadah berarti orang Kristen mengagungkan kesucian Tuhan. Ibadah berarti orang Kristen memuliakan kehormatan dan kuasa Tuhan. Coba saudara bayangkan kalau saudara dipanggil untuk audiensi kepada ratu Inggris, lalu saudara bilang, ”Maafkan, ratu, I am very busy right now. I only can spend 15 minutes with you” Itu yang kita lakukan kepada Tuhan kita. Ibadah yang membawa unsur-unsur yang non-Kristen dengan musik-musik yang salah, dengan pemimpin-pemimpin ibadah yang mungkin bukan orang percaya tetapi anggota band yang terkenal. Ada Gereja yang kebacut takut tidak disukai oleh kelompok homoseksual maka menulis satu kalimat di plang depan Gerejanya ”Jesus Affirmed a Gay Couple” supaya tidak offended kepada kelompok gay. Ini sudah confused.
Joel Osteen, seorang hamba Tuhan muda yang memiliki Gereja terbesar di Amerika dengan 30.000 jemaat yang dikenal sebagai ”the smiling pastor” yang selalu ingin berkhotbah memberikan positive things kepada orang. Akhirnya dia tidak pernah menggunakan kata-kata yang keras pada waktu bicara mengenai keselamatan, dia tidak mengatakan Yesus menyelamatkan kita dari dosa. Dia mengatakan Yesus menyelamatkan kita dari bad habits. Yesus membayar harga supaya manusia bebas; bebas dari kecanduan dan kebiasaan buruk; bebas dari ketakutan, kuatir, kemiskinan, dan low self-esteem. Injil yang di ”sugar coated” bukanlah Injil yang sejati. Paulus mengatakan kepada jemaat Korintus, jangan mengikuti orang-orang yang membisniskan firman Tuhan.
Hari ini saya mau kita juga sebagai Gereja, dengan cinta kepada Gereja Tuhan dan cinta kepada Gereja kita sendiri, kita mau belajar mencintai pelayanan Tuhan. Menjadi orang Kristen berarti hidup kita adalah surat pujian Kristus. Usahakan seminimal mungkin orang pada waktu membaca Kekristenan, orang tidak menertawakan Kekristenan karena kita salah mempresentasikan Yesus di dalam hidup kita. Gereja kita harus menjadi Gereja yang sungguh-sungguh mencintai dan mengasihi Tuhan yang sudah membeli kita dengan harga yang mahal. Itu keinginan saya. Saya harap juga pada waktu kita menegur orang Kristen yang lain, kita tegur karena kita sayang kepada Gereja Tuhan. Kiranya Tuhan memberkati Gereja kita ini menjadi Gereja yang berkenan kepadaNya.(kz)
Sumber:
Ringkasan khotbah Pdt. Effendi Susanto di Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) Sydney , Australia pada tanggal 5 Mei 2008
(http://www.griisydney.org/ringkasan-khotbah/2008/2008/05/05/jangan-menjajakan-firman-tuhan/)
Profil Pdt. Effendi Susanto:
Pdt. Effendi Susanto, S.Th. berasal dari Watampone, Sulawesi Selatan, lahir sebagai anak sulung dari keluarga Kristen, 21 Juli 1968. Sejak muda beliau sudah aktif melayani di gereja. Atas panggilan Tuhan, beban pelayanan secara penuh akhirnya digumulkan oleh beliau setelah mengikuti SPIK (Seminar Pembinaan Iman Kristen) yang dipimpin oleh Pdt. Dr. Stephen Tong di Jakarta.
Pembentukan dan persiapan menjadi seorang hamba Tuhan dilewati di dalam studi yang serius dan mendalam selama 5 tahun (1987-1991) di Seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT), Malang. Pada bulan Mei 1995, beliau ditahbiskan menjadi Pendeta oleh Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) Pusat di Jakarta. Pdt. Effendi Susanto menikah dengan Ev. Kezia Jonathan, S.Th. pada tahun 1993 dan dikarunia tiga orang puteri: Valerie, Vicki dan Vionna.
Pengalaman Pelayanan
Setelah menyelesaikan skripsi berjudul "Analisa Kritik terhadap Yesus yang Historis dan Kristus dari Iman". Pdt. Effendi menjalani praktek pelayanan di GKKK Pematang Siantar selama setahun dan melayani di Gereja Injili Indonesia (GII) Hok Im Tong setahun berikutnya.
Tahun 1993 Pdt. Effendi pindah ke Jakarta dan selain melayani sepenuhnya di GRII, beliau juga banyak mengisi pelayanan mimbar ke berbagai gereja, persekutuan mahasiswa dsb. Selain menggembalakan GRII Bintaro, Pdt. Effendi juga mengajar sebagai dosen theologi di Sekolah Theologi Reformed Injili Jakarta (STRIJ), Sekolah Tinggi Theologi Reformed Injili Indonesia (STTRII), dan Institut Reformed. Bulan Pebruari 1999, Pdt. Effendi beserta keluarga pindah ke Australia, melayani di MRII Melbourne selama 3 tahun sambil merintis GRII Sydney dan melayani di GRII Sydney hingga sekarang.
“The true light of wisdom, sound virtue, full abundance of every good, and purity of righteousness rest in the Lord alone.”
Dr. John Calvin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar