Rasul Paulus menasihati Timotius untuk menghindari “omongan yang kosong dan yang tidak suci dan pertentangan-pertentangan yang berasal dari apa yang disebut pengetahuan” (1 Tim. 6:20). Frase “apa yang disebut pengetahuan” berasal dari bahasa Yunani pseudonumos gnosis (ψευδώνυμος γνῶσις), atau bisa juga kita sebut pseudo-science, “science falsely so called” (KJV), sesuatu yang seolah-olah adalah ilmu pengetahuan sejati, tetapi yang sebenarnya bukan.
Alkitab mengklaim dirinya sebagai kitab yang diinspirasikan oleh Allah sendiri (2 Tim. 3:16), melalui kerja Roh Kudus di dalam para penulis manusia (2 Pet. 1:21). Jadi, walaupun manusia yang menjadi penulis perantaranya, Allah adalah penulis sejatinya. Oleh sebab itulah Alkitab maha benar, karena Allah sebagai penulisnya adalah maha benar. Semua pengajaran Alkitab selalu benar, seratus persen, tanpa kesalahan sedikitpun. “Semua firman Allah adalah murni” (Ams. 30:5), termasuk di dalam hal ilmu pengetahuan. Alkitab memang bukan buku yang ditulis khusus untuk berbicara mengenai ilmu pengetahuan, tetapi semua referensi di dalam Alkitab yang berkaitan dengan sains adalah benar. Allah yang menciptakan hukum-hukum alam itu sendiri tidak akan berbuat kesalahan mengenai hukum-hukum tersebut.
Oleh sebab itulah, orang Kristen yang lahir baru tidak mempertentangkan Alkitab dengan ilmu pengetahuan. Ia sadar bahwa ilmu pengetahuan yang sejati tidak akan pernah bertentangan dengan Alkitab. Seorang Kristen fundamentalis tidak merasa perlu memilih: Alkitab atau Sains? Ia menyambut kedua-duanya! Sains menyelidiki wahyu umum Allah, dunia yang telah Ia ciptakan, sedangkan Alkitab adalah wahyu khusus Allah. Keduanya tidak mungkin bertentangan pada akhirnya.
Tetapi ada ilmu pengetahuan palsu, pseudo-science, “yaitu yang disebut pengetahuan,” yang dikecam oleh Paulus. Jika ada suatu “ilmu pengetahuan” yang bertentangan dengan pernyataan jelas dari Alkitab, maka manusia yang berhikmat seharusnya tahu yang mana yang harus ia percayai. Betapa bodohnya mereka yang lebih beriman kepada para ilmuwan dibandingkan kepada Allah. Ilmu pengetahuan selalu berubah-ubah. Apa yang benar hari ini bisa jadi dinyatakan salah besok. Apa yang dianggap konyol hari ini bisa jadi diserukan sebagai hukum alam besok.
Alkitab mengklaim dirinya sebagai kitab yang diinspirasikan oleh Allah sendiri (2 Tim. 3:16), melalui kerja Roh Kudus di dalam para penulis manusia (2 Pet. 1:21). Jadi, walaupun manusia yang menjadi penulis perantaranya, Allah adalah penulis sejatinya. Oleh sebab itulah Alkitab maha benar, karena Allah sebagai penulisnya adalah maha benar. Semua pengajaran Alkitab selalu benar, seratus persen, tanpa kesalahan sedikitpun. “Semua firman Allah adalah murni” (Ams. 30:5), termasuk di dalam hal ilmu pengetahuan. Alkitab memang bukan buku yang ditulis khusus untuk berbicara mengenai ilmu pengetahuan, tetapi semua referensi di dalam Alkitab yang berkaitan dengan sains adalah benar. Allah yang menciptakan hukum-hukum alam itu sendiri tidak akan berbuat kesalahan mengenai hukum-hukum tersebut.
Oleh sebab itulah, orang Kristen yang lahir baru tidak mempertentangkan Alkitab dengan ilmu pengetahuan. Ia sadar bahwa ilmu pengetahuan yang sejati tidak akan pernah bertentangan dengan Alkitab. Seorang Kristen fundamentalis tidak merasa perlu memilih: Alkitab atau Sains? Ia menyambut kedua-duanya! Sains menyelidiki wahyu umum Allah, dunia yang telah Ia ciptakan, sedangkan Alkitab adalah wahyu khusus Allah. Keduanya tidak mungkin bertentangan pada akhirnya.
Tetapi ada ilmu pengetahuan palsu, pseudo-science, “yaitu yang disebut pengetahuan,” yang dikecam oleh Paulus. Jika ada suatu “ilmu pengetahuan” yang bertentangan dengan pernyataan jelas dari Alkitab, maka manusia yang berhikmat seharusnya tahu yang mana yang harus ia percayai. Betapa bodohnya mereka yang lebih beriman kepada para ilmuwan dibandingkan kepada Allah. Ilmu pengetahuan selalu berubah-ubah. Apa yang benar hari ini bisa jadi dinyatakan salah besok. Apa yang dianggap konyol hari ini bisa jadi diserukan sebagai hukum alam besok.
Intinya, ilmu pengetahuan tidak pernah akan mencapai kata akhir. Ilmu pengetahuan selalu berkembang, selalu merevisi diri, seringkali menunggangbalikkan apa yang dahulu dianggap sangat benar. Sebaliknya, Firman Tuhan tetap kokoh, tidak berubah, dan tetap terperlihara sejak pertama dituliskan hingga hari ini. Alkitab belum pernah dibuktikan salah satu kali pun. Bodohlah orang yang mau, demi suatu teori sains yang populer hari ini, mempersalahkan Alkitab, sementara suatu hari nanti sejarah akan membuktikan bahwa Alkitablah yang dari awalnya benar.
Pseudo-science yang paling populer hari ini adalah teori evolusi. Suatu hari nanti, manusia akan menggeleng kepala sambil kebingungan mengapa teori yang sebodoh ini bisa dipercaya oleh sekian banyak orang. Mengapa orang-orang yang mengaku diri pintar mau percaya bahwa di suatu waktu yang lampau (seberapa lampau tidak bisa dipastikan), oleh suatu sebab (yang tidak diketahui), suatu ledakan terjadi (asalnya dari mana tidak bisa dijelaskan) di suatu tempat (tidak ada yang tahu lokasinya), yang menghasilkan alam semesta yang sangat teratur ini (melalui mekanisme yang tidak pernah diketahui atau diobservasi). Lalu dari tatanan benda-benda mati di alam semesta ini, muncul kehidupan di sebuah planet yang kebetulan sekali mendukung kehidupan. Bagaimana bisa muncul kehidupan dari benda mati belum pernah bisa dijawab oleh para ahli evolusi, tetapi kita disuruh untuk jangan terlalu mempermasalahkan detil kecil ini, melainkan untuk beriman bahwa melalui milyaran tahun, makhluk bersel satu dapat berevolusi dengan sendirinya menjadi manusia, walaupun selama pengamatan manusia tidak pernah ada satu jenis makhluk hidup-pun yang dapat berubah menjadi jenis lain. Belum pernah ada kodok yang berubah menjadi burung, atau kambing yang menjadi ikan paus. Anak kecil yang berani berkata bahwa seekor kodok yang dia lihat kemarin telah berubah menjadi adiknya, akan dijewer keras-keras oleh orang tuanya sebagai seorang pembohong dan seorang pengejek yang kurang ajar yang terlalu banyak membaca dongeng. Tetapi, ketika seorang dewasa yang bermodalkan gelar doktor mengatakan bahwa kodok yang sama dalam waktu satu milyar tahun menjadi manusia, ia dianggap sangat pintar dan terpelajar! Hah! Dan para evolusionis berani menuduh orang-orang Kristen sebagai orang-orang yang beriman buta! Diperlukan lebih banyak iman (dan yang buta) untuk percaya evolusi dibandingkan percaya bahwa ada pribadi Allah yang mahakuasa yang menciptakan segala sesuatu.
Namun, manusia yang telah menolak Allah, harus memiliki sesuatu untuk menenangkan hati nurani mereka yang terus menggedor-gedor dan mengingatkan bahwa mereka harus memberi pertanggungan jawab terhadap sang Pencipta. Evolusi menjadi jalan keluar yang praktis. Evolusi menjadi penenang hati nuraninya. Oleh sebab itulah, walaupun evolusi sama sekali tidak memiliki dasar ilmu pengetahuan yang sejati, ia dengan cepat menjadi populer. Manusia yang berdosa tidak dapat sabar untuk “memutuskan belenggu-belenggu” dan “membuang tali-tali” (Maz. 2:2) yang akan terpasang pada diri mereka jika mereka mengakui eksistensi Pencipta. Di dunia yang bobrok, evolusi menjadi “kebenaran ilmiah,” dan menentang evolusi berarti mendeklarasikan diri anda Remaja GRAPHE memperlihatkan karya mereka sebagai seorang yang “bodoh,” “tidak terpelajar” dan “seorang fundamentalis fanatik yang tidak tahu apa-apa.”
Pseudo-science yang paling populer hari ini adalah teori evolusi. Suatu hari nanti, manusia akan menggeleng kepala sambil kebingungan mengapa teori yang sebodoh ini bisa dipercaya oleh sekian banyak orang. Mengapa orang-orang yang mengaku diri pintar mau percaya bahwa di suatu waktu yang lampau (seberapa lampau tidak bisa dipastikan), oleh suatu sebab (yang tidak diketahui), suatu ledakan terjadi (asalnya dari mana tidak bisa dijelaskan) di suatu tempat (tidak ada yang tahu lokasinya), yang menghasilkan alam semesta yang sangat teratur ini (melalui mekanisme yang tidak pernah diketahui atau diobservasi). Lalu dari tatanan benda-benda mati di alam semesta ini, muncul kehidupan di sebuah planet yang kebetulan sekali mendukung kehidupan. Bagaimana bisa muncul kehidupan dari benda mati belum pernah bisa dijawab oleh para ahli evolusi, tetapi kita disuruh untuk jangan terlalu mempermasalahkan detil kecil ini, melainkan untuk beriman bahwa melalui milyaran tahun, makhluk bersel satu dapat berevolusi dengan sendirinya menjadi manusia, walaupun selama pengamatan manusia tidak pernah ada satu jenis makhluk hidup-pun yang dapat berubah menjadi jenis lain. Belum pernah ada kodok yang berubah menjadi burung, atau kambing yang menjadi ikan paus. Anak kecil yang berani berkata bahwa seekor kodok yang dia lihat kemarin telah berubah menjadi adiknya, akan dijewer keras-keras oleh orang tuanya sebagai seorang pembohong dan seorang pengejek yang kurang ajar yang terlalu banyak membaca dongeng. Tetapi, ketika seorang dewasa yang bermodalkan gelar doktor mengatakan bahwa kodok yang sama dalam waktu satu milyar tahun menjadi manusia, ia dianggap sangat pintar dan terpelajar! Hah! Dan para evolusionis berani menuduh orang-orang Kristen sebagai orang-orang yang beriman buta! Diperlukan lebih banyak iman (dan yang buta) untuk percaya evolusi dibandingkan percaya bahwa ada pribadi Allah yang mahakuasa yang menciptakan segala sesuatu.
Namun, manusia yang telah menolak Allah, harus memiliki sesuatu untuk menenangkan hati nurani mereka yang terus menggedor-gedor dan mengingatkan bahwa mereka harus memberi pertanggungan jawab terhadap sang Pencipta. Evolusi menjadi jalan keluar yang praktis. Evolusi menjadi penenang hati nuraninya. Oleh sebab itulah, walaupun evolusi sama sekali tidak memiliki dasar ilmu pengetahuan yang sejati, ia dengan cepat menjadi populer. Manusia yang berdosa tidak dapat sabar untuk “memutuskan belenggu-belenggu” dan “membuang tali-tali” (Maz. 2:2) yang akan terpasang pada diri mereka jika mereka mengakui eksistensi Pencipta. Di dunia yang bobrok, evolusi menjadi “kebenaran ilmiah,” dan menentang evolusi berarti mendeklarasikan diri anda Remaja GRAPHE memperlihatkan karya mereka sebagai seorang yang “bodoh,” “tidak terpelajar” dan “seorang fundamentalis fanatik yang tidak tahu apa-apa.”
Karena sedemikian kuatnya tekanan dunia agar seorang yang “terpelajar” mengakui teori evolusi, tidak heran ada banyak orang Kristen yang menyerah terhadap tekanan ini, dan mencari jalan kompromi dengan evolusi. Mereka masih mau mempertahankan Alkitab, tetapi juga mau menerima evolusi. Dengan segala daya upaya, mereka mencoba mencari “evolusi” di dalam Alkitab. Tetapi usaha mereka ini sebenarnya sia-sia. Alkitab sangatlah bertolak belakang dari evolusi. Tidak semua kompromi bersifat buruk. Ada banyak hal dalam kehidupan yang memerlukan kompromi, apakah itu dalam negosiasi antar pribadi, hubungan kerja, dan lain-lain. Tetapi satu hal pasti, bahwa kebenaran tidak pernah boleh dikompromikan.
Kompromi antara Alkitab dan evolusi mirip dengan kisah seorang pengecut yang terjebak saat perang saudara Amerika di abad 19. Kelompok Union di utara menentang perbudakan, sedangkan Konfederasi di selatan mau mempertahankannya. Alkisah si pengecut tidak tahu mau memihak yang mana. Akhirnya, dia memutuskan untuk memakai baju Union dan celana Konfederasi. Dia pikir dengan demikian dia akan aman. Tetapi yang terjadi sebaliknya, prajurit Union menembak celananya, dan prajurit Konfed menembak bajunya! Kompromi atas kebenaran tidak akan pernah menyenangkan pihak manapun. Para penolak Allah tidak akan pernah puas dengan Alkitab, walau dikompromikan sekalipun. Sedangkan kompromi-kompromi ini justru bertentangan dengan pengajaran tegas dari Alkitab. Berikut akan dibahas beberapa kompromi yang paling populer antara Alkitab dan evolusi.
A. Theistic Evolution
Theistic Evolution sebenarnya adalah suatu istilah yang cukup lebar. Pada intinya, theistic evolution mengatakan bahwa Alkitab benar bahwa Allah menciptakan alam semesta ini, dan bahwa evolusi juga benar-benar terjadi. Jadi, kesimpulan mereka adalah: Allah menciptakan melalui proses evolusi. Ada berbagai variasi dalam theistic evolution mengenai seberapa banyak Tuhan mengontrol proses evolusi yang terjadi, tetapi intinya adalah bahwa Allah menggunakan evolusi untuk menciptakan.
Sebagaimana telah disinggung, kompromi ini sama sekali tidak akan diterima oleh kaum atheis yang memang dari awal menciptakan teori evolusi untuk menghilangkan kebutuhan akan Allah. Mereka tidak akan menerima seorang yang percaya theistic evolution sebagai terpelajar, mereka akan tetap menganggapnya bodoh karena tetap “memerlukan Allah.”
Di sisi lain, theistic evolution tidaklah kompatibel dengan pengajaran Alkitab. Permasalahannya, Alkitab bukan hanya mengatakan bahwa Allah menciptakan alam semesta ini, Alkitab juga menspesifikasikan bagaimana Allah menciptakan alam semesta ini. Tentu Allah tidak menjelaskan secara mendetil sekali, tetapi informasi yang diberikan cukup untuk memberitahu manusia garis besar proses penciptaan, dan sama sekali tidak berhubungan dengan “evolusi.”
Pertama, Alkitab mengajarkan bahwa Allah menciptakan alam semesta dalam enam hari (Kejadian 1), dan bukan melalui suatu ledakan. Ini bertentangan dengan evolusi. Lalu, Alkitab menegaskan bahwa Allah menciptakan tiap-tiap jenis tumbuhan (Kej. 1:11-12) dan tiap-tiap jenis binatang (Kej. 1:20-22), bukan menciptakan makhluk bersel satu lalu membiarkan makhluk itu berevolusi. Yang paling jelas, Alkitab mengajarkan bahwa Allah menciptakan manusia secara spesial dari debu tanah (Kej. 2:7), bukan dari makhluk “yang lebih rendah” sebagaimana diajarkan evolusi.
Intinya, tidak ada seorang pun yang dapat memperlihatkan bahwa Alkitab mengajarkan atau mendukung evolusi, kecuali mereka mau berkata bahwa Kejadian pasal 1 dan 2 (dan banyak perikop lain) sama sekali tidak akurat, dan hanyalah suatu mitos yang harus ditafsirkan secara alegoris. Tentu ini adalah pendekatan yang sangat berbahaya, sebagaimana sudah artikel pertama jelaskan. Masih banyak lagi pertentangan antara Alkitab dengan theistic evolution, tetapi karena mengena juga kepada bentuk-bentuk kompromi selanjutnya, akan dibahas di sana.
B. Gap-Theory / Ruin-Reconstruction Theory
Ada orang Kristen yang menolak sebagian teori evolusi, yaitu bagian yang berkata bahwa manusia berasal dari binatang, tetapi menerima bagian dari evolusi lainnya, yaitu bahwa bumi kita sudah berumur milyaran tahun. Oleh karena itu, mereka merasa perlu untuk mencari milyaran tahun itu di dalam Alkitab. Tentu saja mereka tidak akan mendapatkannya, oleh karena itu mereka menciptakannya. Masuklah gap theory.
Gap theory, yang dipopulerkan oleh Thomas Chalmers (1814) dan lalu oleh Scofield Reference Bible, merasa dapat menemukan jutaan dan milyaran tahun yang dituntut oleh teori populer evolusi dengan cara menyisipkannya di antara Kejadian 1:1 dan 1:2. Kedua ayat tersebut berbunyi: “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.” Menurut para pendukung gap theory, ada jutaan atau milyaran tahun yang tidak diceritakan antara ayat satu dan dua. Jadi menurut mereka: “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. [Lalu ada masa sisipan yang tidak diceritakan selama jutaan tahun] Lalu bumi menjadi tak berbentuk dan kosong [atau kacau dan balau].”
Menurut gap theory, dalam jutaan tahun yang terlupakan itu, Allah sudah menciptakan manusia sebelum Adam (sering disebut pre-Adamic race) dan berbagai jenis binatang, termasuk dinosaurus yang lalu punah. Umat manusia sebelum Adam ini lalu memberontak melawan Tuhan, dan pada masa ini jugalah Lucifer memberontak melawan Tuhan. Akhirnya seluruh dunia dimusnahkan dalam suatu air bah global, yang disebut Air Bah Lucifer (kontras dengan Air Bah Nuh belakangan). Air Bah sebelum Adam inilah yang dikatakan menghasilkan segala jenis fosil dan fenomena sedimentasi yang kita temui hari ini. Air Bah pra-Adam ini pula yang ditenggarai menyebabkan bumi itu “kacau dan balau” di Kejadian 1:2. Lalu, Kejadian pasal 1 ditafsirkan sebagai tindakan Allah melakukan rekonstruksi bumi yang baru saja Ia hancurkan melalui Air Bah pra-Adam tersebut.
Jelas sekali bahwa para evolusionis tidak akan terpesona oleh kompromi ini. Mereka tetap tidak akan percaya tentang adanya Lucifer, atau Air-Bah pra-Adam, atau bahkan eksistensi Allah sendiri. Usaha gap theory untuk menemukan jutaan tahun dalam halaman-halaman Kitab Suci memang memperlihatkan kreativitas yang amat besar, tetapi sebenarnya berbahaya dan sama sekali tidak diperlukan. Jika evolusi itu benar, maka gap theory sama sekali tidak akan memuaskan untuk menjelaskan, dan jika evolusi itu salah, sama sekali tidak diperlukan jutaan tahun dalam Alkitab. Sebagai suatu kompromi, gap theory justru merugikan dan menyerang pihak yang benar, yaitu Alkitab
sendiri.
Para pendukung gap theory berimajinasi bahwa mereka telah mempertahankan kredibilitas ilmiah Alkitab. Sebenarnya, usaha mereka adalah seumpama membuang mutiara kepada babi. Babi tidak akan menghargainya, dan sebaliknya mutiara tersebut bisa tergores. Gap theory bertentangan dengan Alkitab dan mempercayai gap theory berarti tidak mempercayai Alkitab.
Pertama, Alkitab menyatakan bahwa Adam adalah manusia pertama, bukan suatu ras pra-Adam yang tak bernama dan tak pernah Tuhan singgung. “Seperti ada tertulis: Manusia pertama, Adam menjadi makhluk yang hidup” (1 Kor. 15:45). Entah gap theory benar, atau Rasul Paulus yang benar, tetapi tidak kedua-duanya. Berikutnya, gap theory mengajarkan adanya kematian, bahkan banyak sekali kematian berupa semua fosil yang ditemukan hari ini, jauh sebelum Adam. Sekali lagi, Alkitab mengajarkan bahwa kematian masuk ke dalam dunia melalui Adam. “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut . . . Sungguhpun demikian maut telah berkuasa dari zaman Adam sampai kepada zaman Musa .. .” (Roma 5:12, 14).
Kompromi antara Alkitab dan evolusi mirip dengan kisah seorang pengecut yang terjebak saat perang saudara Amerika di abad 19. Kelompok Union di utara menentang perbudakan, sedangkan Konfederasi di selatan mau mempertahankannya. Alkisah si pengecut tidak tahu mau memihak yang mana. Akhirnya, dia memutuskan untuk memakai baju Union dan celana Konfederasi. Dia pikir dengan demikian dia akan aman. Tetapi yang terjadi sebaliknya, prajurit Union menembak celananya, dan prajurit Konfed menembak bajunya! Kompromi atas kebenaran tidak akan pernah menyenangkan pihak manapun. Para penolak Allah tidak akan pernah puas dengan Alkitab, walau dikompromikan sekalipun. Sedangkan kompromi-kompromi ini justru bertentangan dengan pengajaran tegas dari Alkitab. Berikut akan dibahas beberapa kompromi yang paling populer antara Alkitab dan evolusi.
A. Theistic Evolution
Theistic Evolution sebenarnya adalah suatu istilah yang cukup lebar. Pada intinya, theistic evolution mengatakan bahwa Alkitab benar bahwa Allah menciptakan alam semesta ini, dan bahwa evolusi juga benar-benar terjadi. Jadi, kesimpulan mereka adalah: Allah menciptakan melalui proses evolusi. Ada berbagai variasi dalam theistic evolution mengenai seberapa banyak Tuhan mengontrol proses evolusi yang terjadi, tetapi intinya adalah bahwa Allah menggunakan evolusi untuk menciptakan.
Sebagaimana telah disinggung, kompromi ini sama sekali tidak akan diterima oleh kaum atheis yang memang dari awal menciptakan teori evolusi untuk menghilangkan kebutuhan akan Allah. Mereka tidak akan menerima seorang yang percaya theistic evolution sebagai terpelajar, mereka akan tetap menganggapnya bodoh karena tetap “memerlukan Allah.”
Di sisi lain, theistic evolution tidaklah kompatibel dengan pengajaran Alkitab. Permasalahannya, Alkitab bukan hanya mengatakan bahwa Allah menciptakan alam semesta ini, Alkitab juga menspesifikasikan bagaimana Allah menciptakan alam semesta ini. Tentu Allah tidak menjelaskan secara mendetil sekali, tetapi informasi yang diberikan cukup untuk memberitahu manusia garis besar proses penciptaan, dan sama sekali tidak berhubungan dengan “evolusi.”
Pertama, Alkitab mengajarkan bahwa Allah menciptakan alam semesta dalam enam hari (Kejadian 1), dan bukan melalui suatu ledakan. Ini bertentangan dengan evolusi. Lalu, Alkitab menegaskan bahwa Allah menciptakan tiap-tiap jenis tumbuhan (Kej. 1:11-12) dan tiap-tiap jenis binatang (Kej. 1:20-22), bukan menciptakan makhluk bersel satu lalu membiarkan makhluk itu berevolusi. Yang paling jelas, Alkitab mengajarkan bahwa Allah menciptakan manusia secara spesial dari debu tanah (Kej. 2:7), bukan dari makhluk “yang lebih rendah” sebagaimana diajarkan evolusi.
Intinya, tidak ada seorang pun yang dapat memperlihatkan bahwa Alkitab mengajarkan atau mendukung evolusi, kecuali mereka mau berkata bahwa Kejadian pasal 1 dan 2 (dan banyak perikop lain) sama sekali tidak akurat, dan hanyalah suatu mitos yang harus ditafsirkan secara alegoris. Tentu ini adalah pendekatan yang sangat berbahaya, sebagaimana sudah artikel pertama jelaskan. Masih banyak lagi pertentangan antara Alkitab dengan theistic evolution, tetapi karena mengena juga kepada bentuk-bentuk kompromi selanjutnya, akan dibahas di sana.
B. Gap-Theory / Ruin-Reconstruction Theory
Ada orang Kristen yang menolak sebagian teori evolusi, yaitu bagian yang berkata bahwa manusia berasal dari binatang, tetapi menerima bagian dari evolusi lainnya, yaitu bahwa bumi kita sudah berumur milyaran tahun. Oleh karena itu, mereka merasa perlu untuk mencari milyaran tahun itu di dalam Alkitab. Tentu saja mereka tidak akan mendapatkannya, oleh karena itu mereka menciptakannya. Masuklah gap theory.
Gap theory, yang dipopulerkan oleh Thomas Chalmers (1814) dan lalu oleh Scofield Reference Bible, merasa dapat menemukan jutaan dan milyaran tahun yang dituntut oleh teori populer evolusi dengan cara menyisipkannya di antara Kejadian 1:1 dan 1:2. Kedua ayat tersebut berbunyi: “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.” Menurut para pendukung gap theory, ada jutaan atau milyaran tahun yang tidak diceritakan antara ayat satu dan dua. Jadi menurut mereka: “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. [Lalu ada masa sisipan yang tidak diceritakan selama jutaan tahun] Lalu bumi menjadi tak berbentuk dan kosong [atau kacau dan balau].”
Menurut gap theory, dalam jutaan tahun yang terlupakan itu, Allah sudah menciptakan manusia sebelum Adam (sering disebut pre-Adamic race) dan berbagai jenis binatang, termasuk dinosaurus yang lalu punah. Umat manusia sebelum Adam ini lalu memberontak melawan Tuhan, dan pada masa ini jugalah Lucifer memberontak melawan Tuhan. Akhirnya seluruh dunia dimusnahkan dalam suatu air bah global, yang disebut Air Bah Lucifer (kontras dengan Air Bah Nuh belakangan). Air Bah sebelum Adam inilah yang dikatakan menghasilkan segala jenis fosil dan fenomena sedimentasi yang kita temui hari ini. Air Bah pra-Adam ini pula yang ditenggarai menyebabkan bumi itu “kacau dan balau” di Kejadian 1:2. Lalu, Kejadian pasal 1 ditafsirkan sebagai tindakan Allah melakukan rekonstruksi bumi yang baru saja Ia hancurkan melalui Air Bah pra-Adam tersebut.
Jelas sekali bahwa para evolusionis tidak akan terpesona oleh kompromi ini. Mereka tetap tidak akan percaya tentang adanya Lucifer, atau Air-Bah pra-Adam, atau bahkan eksistensi Allah sendiri. Usaha gap theory untuk menemukan jutaan tahun dalam halaman-halaman Kitab Suci memang memperlihatkan kreativitas yang amat besar, tetapi sebenarnya berbahaya dan sama sekali tidak diperlukan. Jika evolusi itu benar, maka gap theory sama sekali tidak akan memuaskan untuk menjelaskan, dan jika evolusi itu salah, sama sekali tidak diperlukan jutaan tahun dalam Alkitab. Sebagai suatu kompromi, gap theory justru merugikan dan menyerang pihak yang benar, yaitu Alkitab
sendiri.
Para pendukung gap theory berimajinasi bahwa mereka telah mempertahankan kredibilitas ilmiah Alkitab. Sebenarnya, usaha mereka adalah seumpama membuang mutiara kepada babi. Babi tidak akan menghargainya, dan sebaliknya mutiara tersebut bisa tergores. Gap theory bertentangan dengan Alkitab dan mempercayai gap theory berarti tidak mempercayai Alkitab.
Pertama, Alkitab menyatakan bahwa Adam adalah manusia pertama, bukan suatu ras pra-Adam yang tak bernama dan tak pernah Tuhan singgung. “Seperti ada tertulis: Manusia pertama, Adam menjadi makhluk yang hidup” (1 Kor. 15:45). Entah gap theory benar, atau Rasul Paulus yang benar, tetapi tidak kedua-duanya. Berikutnya, gap theory mengajarkan adanya kematian, bahkan banyak sekali kematian berupa semua fosil yang ditemukan hari ini, jauh sebelum Adam. Sekali lagi, Alkitab mengajarkan bahwa kematian masuk ke dalam dunia melalui Adam. “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut . . . Sungguhpun demikian maut telah berkuasa dari zaman Adam sampai kepada zaman Musa .. .” (Roma 5:12, 14).
Jadi, jelas bahwa Paulus diilhamkan Allah untuk menulis bahwa tidak ada kematian sebelum Adam, kontra gap theory. Pemahaman Paulus ini cocok dengan pandangan Allah sendiri, yang pada akhir dari hari keenam penciptaan, mengumumkan bahwa segala ciptaanNya itu “sungguh amat baik” (Kej. 1:31). “Sungguh amat baik” tentunya tidak memungkinkan adanya kematian, pemberontakan, dosa, dan Air Bah yang menghancurkan dunia!
Selain bertentangan dengan pernyataan yang tegas dari Alkitab sendiri, gap theory juga tidak memiliki dasar eksegesis sama sekali dalam Kejadian pasal 1. Peralihan dari ayat satu ke ayat dua dalam Kejadian 1, bukanlah peralihan yang mengindikasikan peristiwa selanjutnya. Dalam bahasa Ibrani, ada dua jenis konjungsi, yaitu konjungsi konsekutif, dan konjungsi disjungtif. Konjungsi konsekutif menyatakan urut-urutan peristiwa, misal: Andi naik ke mobil dan dia pergi ke sekolah dan dia pulang dengan mobil yang sama. Perhatikan bahwa kata “dan” bersifat konsekutif, mengindikasikan urutan peristiwa berdasarkan sekuensi waktu. Ada juga penggunaan “dan” yang bersifat disjungtif, misal: Andi naik ke mobil dan mobil itu berwarna merah. Penggunaan kata “dan” dalam contoh kedua ini sama sekali TIDAK mengindikasikan sesuatu yang terjadi berikutnya. Beralih dari ayat satu ke ayat dua dalam Kejadian 1, ada kata “dan” dalam bahasa asli, yaitu kata waw. Tanpa perlu menjelaskan grammar Ibrani secara panjang lebar dalam artikel ini, dapat dipastikan kepada pembaca sekalian bahwa ayat satu dihubungkan dengan ayat dua bukan oleh waw consecutive (yang mengindikasikan peristiwa berikutnya), melainkan oleh waw disjunctive (atau conjunctive). Ini berarti, bahwa ayat dua bukan menggambarkan kondisi bumi berikutnya, atau setelah milyaran tahun, tetapi menggambarkan bumi yang sama dengan yang di ayat satu.
C. Day-Age Theory
Kompromi berikutnya ini juga sering muncul di kalangan orang-orang yang tetap yakin Allah menciptakan, tetapi tertekan oleh tuntutan “jutaan tahun” yang dibebankan oleh evolusi. Semestinya orang-orang ini memiliki keberanian untuk “lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah” (Ibr. 11:25) dan menerima ejekan dan cemoohan kaum atheis daripada berkompromi. Namun sebagian orang berusaha merekonsiliasi Kejadian pasal 1 dengan evolusi dengan mengatakan bahwa hari-hari penciptaan bukanlah hari secara literal, tetapi merupakan suatu jangka waktu yang sangat panjang, jutaan tahun bahkan. Untuk menopang teori ini, yang sering disebut day-age theory, mereka bahkan mengutip ayat, “di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari” (2 Pet. 3:8, yang juga mengutip Maz. 90:4). Permasalahan dengan ayat-ayat ini adalah bahwa mereka bukan sedang berbicara mengenai penciptaan (melainkan konsep bahwa Tuhan ada di luar waktu), dan juga bahwa seribu tahun bukanlah satu juta atau satu milyar tahun.
Pendukung teori ini mengajak orang Kristen untuk tidak menafsirkan Kejadian secara terlalu literal. Hari-hari Penciptaan itu bisa saja suatu kiasan, suatu lambang, suatu metafora. Tetapi permasalahan dengan pendekatan ini adalah si penafsir tidak tahu harus berhenti di mana. Sampai di manakah kiasan ini berakhir dan fakta-fakta riil muncul dalam Alkitab? Apakah kisah penciptaan Adam juga suatu metafora? Apakah kejatuhan dalam dosa juga hanyalah suatu alat peraga tetapi tidak benar-benar terjadi? Bukankah konsep adanya pohon kehidupan dan ular yang berbicara sangat menyengat bagi ilmuwan-ilmuwan terpelajar? Bagaimana dengan Kain dan Habel? Apakah hanya suatu mitos yang hanya dicatat untuk ditarik pelajaran rohaninya?
Orang-orang yang berkompromi dengan evolusi tidak sadar bahwa tindakan kompromi mereka menyerang Injil Kristus secara dahsyat. Jika Penciptaan tidak benar-benar terjadi sebagaimana tertulis dalam Kejadian 1 dan 2, melainkan hanyalah suatu perumpamaan, atau mitos, atau allegori. Maka Adam dan Hawa juga belum tentu benar-benar ada. Bisa jadi mereka adalah personifikasi dari seluruh manusia, dan kisah kejatuhan dalam dosa hanyalah refleksi dari apa yang terjadi kepada setiap orang! Dan jika Adam pertama tidak benar-benar ada, maka terbuka kemungkinan bahwa Adam kedua (Yesus Kristus), hanyalah suatu ilustrasi juga. Dan jika kejatuhan dalam dosa tidaklah historis, tetapi hanyalah suatu pengajaran rohani, jangan-jangan penyelamatan dari dosa di atas kayu salib juga tidaklah historis! Betapa berbahayanya!
Yang jelas, jika seseorang membaca Alkitab apa adanya, tanpa dipengaruhi oleh evolusi atau didorong oleh semangat kompromi, ia tidak akan menemukan day-age theory dalam kitab Kejadian. Memang benar, bahwa kata “hari” (yom) dalam bahasa Ibrani bisa mengacu kepada suatu jangka waktu yang lebih dari 24 jam, tetapi setiap kali kata “hari” dikaitkan dengan angka dalam Alkitab, maka yang dimaksud adalah hari yang literal. Jadi, istilah hari pertama, kedua, ketiga, hingga keenam dan ketujuh, memberitahu bahwa hari-hari yang dimaksud adalah literal. Lebih lanjut lagi, hari-hari ini terdiri dari petang dan pagi, jadi haruslah hari yang literal. Tetapi yang paling jelas adalah pernyataan Alkitab sendiri: “Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya” (Kel. 20:11). Alkitab mengatakan “enam hari” bukan enam masa, atau enam periode, atau enam lainnya, tetapi enam hari. Bahkan ini dijadikan pola bekerja untuk manusia. Tentunya tidak ada yang mau bekerja untuk enam juta tahun untuk beristirahat di satu juta tahun ketujuh!
Sekali lagi, kompromi tidak akan memuaskan pihak evolusi. Mereka tetap tidak akan menerima Alkitab. Akan sulit bagi seorang yang berpegang pada day age theory, untuk mencoba menerangkan bagaimana caranya tumbuhan (hari ketiga) bisa muncul jutaan tahun sebelum matahari (hari keempat). Jadi, daripada berkompromi, baiklah orang percaya dengan berani memegang Alkitab dan percaya kepada apa yang Allah nyatakan. Amin. ***
Selain bertentangan dengan pernyataan yang tegas dari Alkitab sendiri, gap theory juga tidak memiliki dasar eksegesis sama sekali dalam Kejadian pasal 1. Peralihan dari ayat satu ke ayat dua dalam Kejadian 1, bukanlah peralihan yang mengindikasikan peristiwa selanjutnya. Dalam bahasa Ibrani, ada dua jenis konjungsi, yaitu konjungsi konsekutif, dan konjungsi disjungtif. Konjungsi konsekutif menyatakan urut-urutan peristiwa, misal: Andi naik ke mobil dan dia pergi ke sekolah dan dia pulang dengan mobil yang sama. Perhatikan bahwa kata “dan” bersifat konsekutif, mengindikasikan urutan peristiwa berdasarkan sekuensi waktu. Ada juga penggunaan “dan” yang bersifat disjungtif, misal: Andi naik ke mobil dan mobil itu berwarna merah. Penggunaan kata “dan” dalam contoh kedua ini sama sekali TIDAK mengindikasikan sesuatu yang terjadi berikutnya. Beralih dari ayat satu ke ayat dua dalam Kejadian 1, ada kata “dan” dalam bahasa asli, yaitu kata waw. Tanpa perlu menjelaskan grammar Ibrani secara panjang lebar dalam artikel ini, dapat dipastikan kepada pembaca sekalian bahwa ayat satu dihubungkan dengan ayat dua bukan oleh waw consecutive (yang mengindikasikan peristiwa berikutnya), melainkan oleh waw disjunctive (atau conjunctive). Ini berarti, bahwa ayat dua bukan menggambarkan kondisi bumi berikutnya, atau setelah milyaran tahun, tetapi menggambarkan bumi yang sama dengan yang di ayat satu.
C. Day-Age Theory
Kompromi berikutnya ini juga sering muncul di kalangan orang-orang yang tetap yakin Allah menciptakan, tetapi tertekan oleh tuntutan “jutaan tahun” yang dibebankan oleh evolusi. Semestinya orang-orang ini memiliki keberanian untuk “lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah” (Ibr. 11:25) dan menerima ejekan dan cemoohan kaum atheis daripada berkompromi. Namun sebagian orang berusaha merekonsiliasi Kejadian pasal 1 dengan evolusi dengan mengatakan bahwa hari-hari penciptaan bukanlah hari secara literal, tetapi merupakan suatu jangka waktu yang sangat panjang, jutaan tahun bahkan. Untuk menopang teori ini, yang sering disebut day-age theory, mereka bahkan mengutip ayat, “di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari” (2 Pet. 3:8, yang juga mengutip Maz. 90:4). Permasalahan dengan ayat-ayat ini adalah bahwa mereka bukan sedang berbicara mengenai penciptaan (melainkan konsep bahwa Tuhan ada di luar waktu), dan juga bahwa seribu tahun bukanlah satu juta atau satu milyar tahun.
Pendukung teori ini mengajak orang Kristen untuk tidak menafsirkan Kejadian secara terlalu literal. Hari-hari Penciptaan itu bisa saja suatu kiasan, suatu lambang, suatu metafora. Tetapi permasalahan dengan pendekatan ini adalah si penafsir tidak tahu harus berhenti di mana. Sampai di manakah kiasan ini berakhir dan fakta-fakta riil muncul dalam Alkitab? Apakah kisah penciptaan Adam juga suatu metafora? Apakah kejatuhan dalam dosa juga hanyalah suatu alat peraga tetapi tidak benar-benar terjadi? Bukankah konsep adanya pohon kehidupan dan ular yang berbicara sangat menyengat bagi ilmuwan-ilmuwan terpelajar? Bagaimana dengan Kain dan Habel? Apakah hanya suatu mitos yang hanya dicatat untuk ditarik pelajaran rohaninya?
Orang-orang yang berkompromi dengan evolusi tidak sadar bahwa tindakan kompromi mereka menyerang Injil Kristus secara dahsyat. Jika Penciptaan tidak benar-benar terjadi sebagaimana tertulis dalam Kejadian 1 dan 2, melainkan hanyalah suatu perumpamaan, atau mitos, atau allegori. Maka Adam dan Hawa juga belum tentu benar-benar ada. Bisa jadi mereka adalah personifikasi dari seluruh manusia, dan kisah kejatuhan dalam dosa hanyalah refleksi dari apa yang terjadi kepada setiap orang! Dan jika Adam pertama tidak benar-benar ada, maka terbuka kemungkinan bahwa Adam kedua (Yesus Kristus), hanyalah suatu ilustrasi juga. Dan jika kejatuhan dalam dosa tidaklah historis, tetapi hanyalah suatu pengajaran rohani, jangan-jangan penyelamatan dari dosa di atas kayu salib juga tidaklah historis! Betapa berbahayanya!
Yang jelas, jika seseorang membaca Alkitab apa adanya, tanpa dipengaruhi oleh evolusi atau didorong oleh semangat kompromi, ia tidak akan menemukan day-age theory dalam kitab Kejadian. Memang benar, bahwa kata “hari” (yom) dalam bahasa Ibrani bisa mengacu kepada suatu jangka waktu yang lebih dari 24 jam, tetapi setiap kali kata “hari” dikaitkan dengan angka dalam Alkitab, maka yang dimaksud adalah hari yang literal. Jadi, istilah hari pertama, kedua, ketiga, hingga keenam dan ketujuh, memberitahu bahwa hari-hari yang dimaksud adalah literal. Lebih lanjut lagi, hari-hari ini terdiri dari petang dan pagi, jadi haruslah hari yang literal. Tetapi yang paling jelas adalah pernyataan Alkitab sendiri: “Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya” (Kel. 20:11). Alkitab mengatakan “enam hari” bukan enam masa, atau enam periode, atau enam lainnya, tetapi enam hari. Bahkan ini dijadikan pola bekerja untuk manusia. Tentunya tidak ada yang mau bekerja untuk enam juta tahun untuk beristirahat di satu juta tahun ketujuh!
Sekali lagi, kompromi tidak akan memuaskan pihak evolusi. Mereka tetap tidak akan menerima Alkitab. Akan sulit bagi seorang yang berpegang pada day age theory, untuk mencoba menerangkan bagaimana caranya tumbuhan (hari ketiga) bisa muncul jutaan tahun sebelum matahari (hari keempat). Jadi, daripada berkompromi, baiklah orang percaya dengan berani memegang Alkitab dan percaya kepada apa yang Allah nyatakan. Amin. ***
Sumber: Dr. Steven Einstain Liauw, Th.D dalam Jurnal Theologi GITS Edisi 70 Januari-Februari-Maret 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar