Dunia permainan sedang digemparkan oleh pemunculan sebuah game yang sangat seru. Namanya adalah Pokemon Go. Pengguna permainan ini harus mencari berbagai jenis Pokemon yang tersebar di berbagai tempat. Setiap penemuan satu Pokemon dihargai dengan skor yang berbeda-beda, tergantung pada jenis Pokemon yang ditangkap. Semakin langka Pokemon yang ditangkap, semakin besar pula nilai yang diperoleh.
Permainan ini langsung mendapat respons yang luar biasa dari para gamers. Tidak sampai sebulan sejak peluncurannya, Pokemon Go langsung menjadi sebuah fenomena internasional. Bahkan penduduk dari beberapa negara yang belum mendapat jatah peluncuran pun menggunakan berbagai cara agar permainan ini dapat segera dinikmati. Indonesia adalah salah satunya. Sebelum Pokemon Go resmi diliris, banyak orang Indonesia yang sudah mampu mengunduh permainan ini dan memainkannya.
Tidak dapat disangkal, permainan ini memang unik dan menarik. Berbeda dengan banyak permainan yang lain, Pokemon Go melibatkan konsep realita virtual. Ide ini terbilang jenius. Pengguna game ini perlu bepergian dari satu tempat ke tempat yang lain untuk mengejar berbagai Pokemon. Ditambah dengan popularitas Pokemon yang sebelumnya memang sudah merajai dunia permainan anak dan remaja, Pokemon Go dengan cepat mendapatkan hati para gamers.
Pertanyaannya, bolehkah orang Kristen memainkan game ini? Bagaimana sikap kita sebagai orang tua apabila melihat anak kita memainkan Pokemon Go? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu memahami filosofi di balik Pokemon secara umum (bukan hanya Pokemon Go).
Nilai Filosofis dalam Pokemon
Pokemon merupakan kependekan dari Pocket Monsters (monster yang dapat dimasukkan ke dalam saku atau dibawa ke mana-mana). Permainan ini sudah diperkenalkan di Jepang oleh Nintendo sejak 1996 melalui kartu-kartu, Nintendo Game Boy, dan TV kartun. Banyak anak sudah mengenal dan mencintai berbagai figur di Pokemon.
Sesuai dengan namanya, Pokemon berkaitan dengan berbagai macam monster. Sampai sekarang sudah ada lebih dari 150 monster. Berdasarkan tipenya ada Pokemon api, elektrik, hantu, beracun, dan penguasa pikiran (phychic). Masing-masing tipe terdiri dari berbagai jenis Pokemon.
Yang menarik dari keragaman monster ini adalah mereka dapat diadu dengan monster yang lain. Pengguna permainan wajib memahami dengan benar kelebihan dan keunikan dari masing-masing monster. Beberapa monster dapat berevolusi menjadi monster lain yang lebih kuat dan ganas. Beberapa lagi dapat diberi tambahan energi. Tanpa mengenali semua jenis monster dengan baik, sulit bagi seorang pengguna untuk memenangkan pertempuran antar monster.
Sekilas tidak ada yang berbahaya dalam permainan Pokemon. Semua adalah tentang figur-figur monster kartun yang lucu. Cara bermainnya pun terbilang wajar (hanya mengadu berbagai monster). Dibandingkan dengan game yang lain, misalnya Grand Theft Auto (GTA), Pokemon terkesan lebih aman. Tidak ada kekerasan yang berlebihan di dalamnya.
Kekerasan memang bukan hal yang perlu dirisaukan dalam Pokemon. Sama seperti permainan yang lain, daya tarik mereka seringkali memang terletak pada unsur kompetisi atau pertempuran antar figur. Yang menjadi masalah adalah nilai-nilai Gerakan Zaman Baru yang sangat kental dalam Pokemon. Nuansa okultisme dalam bentuk kekuatan pikiran (Abra), hipnotis (Haunter/Gastly), dan impartasi energi (Kadabra) tergambar jelas. Ide tentang penguasaan tanah, air, laut, dan angin jelas sekali melibatkan unsur filosofi Timur yang bertentangan dengan firman Tuhan. Manusia tidak mungkin mampu menguasai semua unsur alam ini. Hanya Tuhan yang mampu melakukannya.
Penganut Gerakan Zaman Baru diyakinkan bahwa manusia bisa melakukan tindakan-tindakan yang luar biasa karena manusia pada dasarnya adalah allah. Manusia memiliki hakekat ilahi dalam diri mereka. Melalui disiplin diri dan kekuatan pikiran, manusia dapat mengerjakan hal-hal ajaib, seperti memadukan dan menggunakan kekuatan alam.
Anak-anak yang sudah terlanjur terpikat dengan Pokemon tanpa sadar sudah membiasakan diri dengan praktik-praktik tertentu yang sarat dengan ide okultisme. Dengan memegang kartu Pokemon di tangan atau saku, mereka yakin bahwa mereka memiliki energi yang tak terbatas dan dapat digunakan sewaktu-waktu. Beberapa jenis Pokemon diperintahkan untuk menyerang monster orang lain seperti layaknya seorang penyihir yang memerintahkan roh jahat untuk bertempur bagi dia.
Tidak mengherankan, berbagai situs atau industri yang berkaitan dengan Pokemon sangat dekat dengan situs atau industri lain yang mengedepankan sihir dan kekuatan pikiran. Mereka berbagai dasar pemikiran yang sama. Mereka menjual daya tarik yang sama.
Respons Kristiani
Apa yang sudah ada dalam permainan Pokemon yang lama dimunculkan kembali dalam Pokemon Go. Beberapa variasi dan modifikasi tentu saja diberikan, tetapi secara umum konsep yang diusung dalam permainan Pokemon tetap sama. Hanya penggunaan realita virtual yang dapat dikatakan benar-benar baru. Jika benar demikian, apakah Pokemon Go merupakan permainan yang aman bagi anak-anak? Apakah kita seharusnya mengizinkan anak-anak kita memainkan Pokemon Go?
Saya menganjurkan agar orang tua Kristen menghindari dua ekstrim: terlalu melindungi (over-protective) dan terlalu membiarkan (over-permissive). Yang satu berarti melarang anak-anak memainkan permainan apapun yang duniawi. Yang kedua berarti memberi kebebasan tanpa batas dan tanpa pantauan kepada anak-anak.
Di satu sisi, kita tidak mungkin mengisolasi anak-anak dari berbagai pemikiran duniawi yang ada di sekitar kita. Mereka pasti bersentuhan dengan TV, video game, game online, iklan, dsb. Ada peperangan konsep yang terjadi setiap hari. Tugas orang tua bukanlah menjauhkan anak-anak dari semua itu (ini mustahil untuk dilakukan). Tugas utama orang tua adalah mengajarkan prinsip-prinsip theologis yang alkitabiah, sehingga anak-anak mampu menimbang dan mengevaluasi setiap konsep duniawi yang ada.
Untuk mencapai ini diperlukan kebersamaan dan bimbingan. Orang tua perlu meluangkan waktu mempelajari dan mencoba berbagai permainan yang sedang digandrungi oleh anak-anak dan remaja. Jika kita tidak pernah mengenali permainan-permainan itu, bagaimana kita bisa membimbing anak kita untuk menilai sebuah permainan secara tepat? Permainan yang buruk justru menjadi sarana pembelajaran bagi anak-anak tentang dunia yang sudah rusak oleh dosa dan memerlukan penebusan Kristus.
Di sisi lain, kita perlu memberi batasan pada anak-anak. Anak-anak tidak hanya membutuhkan bimbingan dan penjelasan tentang bahaya suatu permainan. Mereka juga perlu dikondisikan dengan cara membatasi keterlibatan mereka.
Sebuah permainan yang dilakukan terus-menerus pasti akan berdampak pada pemikiran si pengguna permainan itu. Bagi anak-anak yang terlalu kecil, mereka seringkali tidak bisa membedakan mana yang riil mana yang tidak. Apa yang ada di permainan seringkali dianggap nyata. Hal ini jelas berbahaya.
Bagi remaja pun tetap perlu dilakukan pembatasan. Interaksi secara intensif dengan ide tertentu pasti akan berdampak pada pemikiran mereka. Semua ini terjadi secara alamiah dan tanpa disadari.
Berdasarkan pertimbangan di atas, saya menganjurkan orang tua untuk mengizinkan anak-anak mencoba Pokemon Go (bukan memainkannya terus-menerus). Ini adalah kesempatan kita untuk menjelaskan betapa bahayanya dunia di sekitar mereka. Permainan yang tampaknya lugu pun sudah digunakan Iblis untuk meracuni pemikiran banyak orang. Anak-anak perlu tahu bahwa pencipta Pokemon, Satoshi Tajiri, pun mengakui kalau karya-karyanya bersifat anti-Kekristenan. Anak-anak perlu diajar untuk mengenali peperangan konsep yang mereka hadapi setiap hari. Peperangan kita benar-benar bukan melawan darah dan daging, tetapi roh-roh jahat di udara (Ef. 6:10-12). Anak-anak perlu diajar untuk selalu mengalami transformasi akal budi di dalam Kristus (Rm. 12:2).
Saya juga menganjurkan agar orang tua memberi batasan yang tegas dan ketat bagi anak-anak dalam penggunaan Pokemon Go. Sesudah menjelaskan penilaian Kristiani terhadap permainan ini, kita bisa memberi kesempatan anak-anak untuk memainkannya selama beberapa hari. Pemberian kesempatan ini harus dibarengi dengan perjanjian yang jelas. Sesudah mencoba dalam durasi tertentu, anak-anak harus menghapus permainan itu di HP atau tablet mereka. Anak-anak juga perlu belajar apa artinya pengendalian diri (Ef 5:23; 1Pet. 4:7).
Hal-hal Lain yang Perlu Dijelaskan
Selain bahaya dari sisi pemikiran filosofis, Pokemon Go juga menghadirkan bahaya-bahaya yang lain. Yang pertama adalah keselamatan diri. Beberapa berita melaporkan bahwa pengguna Pokmeon Go telah mengalami kecelakaan yang fatal. Ada yang tertabrak mobil pada waktu asyik mencari Pokemon di tengah jalan. Ada pula yang jatuh dari tebing dengan alasan yang sama. Berita lain menyatakan bahwa para pengguna mengalami perampokan dan perampasan karena mencari Pokemon di tempat-tempat yang tidak aman. Hal-hal seperti ini dapat terjadi, karena kita tidak pernah tahu di mana monster-monster itu berada.
Bahaya lain adalah privasi. Pencarian monster kadangkala mengharuskan penggunaan untuk masuk ke tempat-tempat tertentu yang merupakan properti pribadi orang lain atau tempat-tempat lain yang tidak terbuka untuk umum. Keinginan untuk mendapatkan monster-monster yang langka seringkali memaksa orang untuk melanggar privasi orang, sehingga menimbulkan berbagai persoalan.
Bahaya yang terakhir adalah kecanduan. Permainan yang mengasyikkan seperti Pokemon Go berpotensi membelenggu penggunanya. Mereka menjadi terikat pada permainan ini. Ditambah dengan atmosfir kompetitif dengan para pengguna yang lain untuk, anak-anak kadangkala rela membayar harga yang terlalu mahal demi sebuah kebanggaan: menangkap semua monster yang ada.
Kiranya artikel ini bermanfaat bagi para orang tua Kristen. Kiranya kita selalu diingatkan dengan sebuah perintah penting dalam Alkitab: “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu” (Ams. 22:6) atau “Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu” (Ul. 6:6-9). Soli Deo Gloria.
Sumber: Yakub Tri Handoko, Th.M
Bolehkah Anak-anak Bermain Pokemon Go?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar