Apa yang dilakukan oleh manusia pada hakekatnya adalah proses tiru-meniru. Dari generasi ke generasi proses ini berlangsung secara otomatis. Pola pikir dan tindakan orang pada umumnya mengacu dan berdasar pada apa yang sudah dilakukan oleh orang sebelumnya atau yang mendahuluinya. Ini juga dapat disebut pula sebagai dosa turunan. Salah satu hal yang diwariskan oleh generasi pendahulu kita adalah: membangun citra diri yang yang salah. Orang berjuang untuk menjadi seseorang seperti yang diidolakannya. Mengidolakan manusia makmur yang berlimpah harta, mengidolakan orang pintar yang terhormat, berpangkat, cantik, kuat, dll. Parahnya banyak orangtua yang mendorong anak-anaknya memiliki citra diri seperti yang diidamkan orangtuanya, Kalau orangtua mengidola profesi dokter maka anaknya didisain untuk menjadi dokter. Kalau orangtuanya mengidola ilmu, maka ia mendisain anaknya untuk menjadi ilmuwan dan sebagainya Banyak orang mati dalam dosa dan kegelapan, tahun-tahun umur hidupnya hanya digunakan untuk membangun citra diri yang salah.
Pernahkan saudara merenungkan kehidupan bintang film dan artis yang gemerlap harta, banyak disanjung, dan sangat terkenal tetapi sebagian mereka mati di ranjang narkoba, obat penenang, atau ranjang bunuh diri? Pernahkah saudara menemukan jawabnya mengapa hal itu bisa terjadi? Jawabnya adalah: Tatkala mereka telah mencapai tingkat sukses karir mereka, tetapi ternyata jiwa mereka kosong dan hampa. Itulah sebabnya banyak dari mereka yang melarikan diri ke narkoba, free sex, dan berbagai pelabuhan lain yang negatif hanya untuk mengisi kekosongan dalam jiwanya.
Citra diri yang dibangun oleh manusia pada umumnya dan khususnya orang-orang muda adalah sesuatu yang dapat dikagumi, dipuja dan dihormati manusia. Alkitab mengatakan apa yang dikagumi manusia dibenci oleh Allah (Luk. 16:15). Menjadi pintar, kaya, berkedudukan, terhormat tidak salah, tetapi pertanyaannya adalah untuk apa? Untuk dikagumi dan dihormati? Bila hanya untuk dikagumi dan dihormati, sesatlah kita. Alkitab mengatakan agar kita tidak menjadi sama dengan dunia (Rm. 12:2).
Citra diri kita harus dibangun diatas dasar rencana Agung Tuhan yang menghendaki manusia agar dapat serupa dan segambar dengan diri-Nya. Ini adalah proyek besar Tuhan yang tidak pernah dibatalkan (Kej. 1:26-27). Justru panggilan kita menjadi orang percaya adalah panggilan untuk menemukan gambar Allah yang sudah rusak atau hilang itu. Oleh sebab itu kita harus memiliki bayangan atau pengertian yang benar terhadap citra diri. Untuk ini kita tidak boleh takut ditolak dan tidak dihargai dunia. Dunia sekitar kita sudah rusak, kita tidak akan pernah menemukan citra diri yang dapat kita teladani dan dapat menjadi pola dengan mana kita terbentuk. Saat ini mata kita harus tertuju kepada satu pribadi Agung yang menjadi teladan bagi kita semua (Ibr. 12:2-5). Pribadi itu adalah pribadi anak tukang kayu dari Nazareth, yaitu yang mulia sahabat kita Tuhan Yesus Kristus.
Sumber: http://www.rehobot. net/article/membangun_citra_diri
Profil Pdt. Erastus Sabdono, D.Th. yang lahir di Surakarta tahun 1959 dalam sebuah keluarga Kristen adalah gembala jemaat Rehobot Ministry di Jakarta. Beliau juga adalah seorang pembicara seminar, KKR, TV dan radio, penulis buku, penanggung jawab majalah dan renungan harian TRUTH, serta pengajar kebenaran Alkitab yang inovatif. Beliau menyelesaikan studi Sarjana Theologi (S.Th.) di Institut Theologi dan Keguruan Indonesia (ITKI/Seminari Bethel Indonesia); meraih gelar Master of Theology (M.Th.) di Sekolah Tinggi Theologi (STT) Jakarta; menerima gelar Doktor Honoris Causa dari American Christian College; menyelesaikan studi doktoral dan meraih gelar Doktor Theologi (D.Th.) dari STT Baptis Indonesia (STBI) Semarang.
Pernahkan saudara merenungkan kehidupan bintang film dan artis yang gemerlap harta, banyak disanjung, dan sangat terkenal tetapi sebagian mereka mati di ranjang narkoba, obat penenang, atau ranjang bunuh diri? Pernahkah saudara menemukan jawabnya mengapa hal itu bisa terjadi? Jawabnya adalah: Tatkala mereka telah mencapai tingkat sukses karir mereka, tetapi ternyata jiwa mereka kosong dan hampa. Itulah sebabnya banyak dari mereka yang melarikan diri ke narkoba, free sex, dan berbagai pelabuhan lain yang negatif hanya untuk mengisi kekosongan dalam jiwanya.
Citra diri yang dibangun oleh manusia pada umumnya dan khususnya orang-orang muda adalah sesuatu yang dapat dikagumi, dipuja dan dihormati manusia. Alkitab mengatakan apa yang dikagumi manusia dibenci oleh Allah (Luk. 16:15). Menjadi pintar, kaya, berkedudukan, terhormat tidak salah, tetapi pertanyaannya adalah untuk apa? Untuk dikagumi dan dihormati? Bila hanya untuk dikagumi dan dihormati, sesatlah kita. Alkitab mengatakan agar kita tidak menjadi sama dengan dunia (Rm. 12:2).
Citra diri kita harus dibangun diatas dasar rencana Agung Tuhan yang menghendaki manusia agar dapat serupa dan segambar dengan diri-Nya. Ini adalah proyek besar Tuhan yang tidak pernah dibatalkan (Kej. 1:26-27). Justru panggilan kita menjadi orang percaya adalah panggilan untuk menemukan gambar Allah yang sudah rusak atau hilang itu. Oleh sebab itu kita harus memiliki bayangan atau pengertian yang benar terhadap citra diri. Untuk ini kita tidak boleh takut ditolak dan tidak dihargai dunia. Dunia sekitar kita sudah rusak, kita tidak akan pernah menemukan citra diri yang dapat kita teladani dan dapat menjadi pola dengan mana kita terbentuk. Saat ini mata kita harus tertuju kepada satu pribadi Agung yang menjadi teladan bagi kita semua (Ibr. 12:2-5). Pribadi itu adalah pribadi anak tukang kayu dari Nazareth, yaitu yang mulia sahabat kita Tuhan Yesus Kristus.
Sumber: http://www.rehobot. net/article/membangun_citra_diri
Profil Pdt. Erastus Sabdono, D.Th. yang lahir di Surakarta tahun 1959 dalam sebuah keluarga Kristen adalah gembala jemaat Rehobot Ministry di Jakarta. Beliau juga adalah seorang pembicara seminar, KKR, TV dan radio, penulis buku, penanggung jawab majalah dan renungan harian TRUTH, serta pengajar kebenaran Alkitab yang inovatif. Beliau menyelesaikan studi Sarjana Theologi (S.Th.) di Institut Theologi dan Keguruan Indonesia (ITKI/Seminari Bethel Indonesia); meraih gelar Master of Theology (M.Th.) di Sekolah Tinggi Theologi (STT) Jakarta; menerima gelar Doktor Honoris Causa dari American Christian College; menyelesaikan studi doktoral dan meraih gelar Doktor Theologi (D.Th.) dari STT Baptis Indonesia (STBI) Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar