TOKYO, KOMPAS.com - Mengucapkan kalimat "Ya, saya bersedia" tidak lagi mendominasi upacara pernikahan sebagai tanda kesediaan seseorang memasuki babak baru dalam hidupnya. Kalimat tersebut juga semakin sering dipakai pada upacara perceraian di Tokyo, Jepang.
Upacara perceraian mulai marak sejak tahun lalu, dipelopori oleh seorang mantan penjual, Hiroki Terai. Terai membuat sebuah tempat upacara perceraian. Pasangan yang hendak melaksanakan upacara tersebut harus membayar sekitar 55.000 yen atau sekitar Rp 5,5 juta.
Upacara itu dilaksanakan di hadapan para sahabat dan kerabat pasangan yang hendak bercerai. Dengan upacara tersebut, mereka memublikasikan perceraian sebelum memasukkan dokumen perceraian ke badan yang berwenang. Terai mengatakan, sejauh ini dia sudah menerima permintaan upacara perceraian dari 900 pasangan.
Dalam upacara itu, pasangan yang bercerai melepaskan cincin perkawinan mereka dan meletakkan di kepala katak. Pelepasan cincin menyimbolkan selesainya hubungan pernikahan, sementara katak menyimbolkan perubahan pada budaya Jepang.
Sembari mengucapkan kalimat "Saya bersedia", mereka sepakat untuk memulai hidup baru bukan sebagai pasangan. Kebanyakan pasangan yang melakukan upacara perceraian ini merasa lega telah mengakhiri perkawinan mereka.
Perceraian semakin meningkat di Jepang. Padahal, sebelumnya, perceraian dianggap sesuatu yang tabu dan tidak pantas dilakukan. Pada tahun 2008 terjadi 251.000 perceraian. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat. Salah satu faktor pencetusnya adalah masalah perekonomian. (Reuters/Joe)
* * * * *
Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia (Matius 19:6)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar